Sirah

Peran Nabi ﷺ dalam Hilful Fudhul

Pendahuluan

Sebelum masa kenabian, Nabi Muhammad ﷺ telah dikenal sebagai sosok yang jujur, adil, dan membela kebenaran. Salah satu peristiwa penting yang menunjukkan akhlak dan kepedulian beliau terhadap keadilan sosial adalah Hilful Fudhul, sebuah perjanjian mulia yang disepakati oleh beberapa kabilah Quraisy di Makkah. Peristiwa ini menjadi bukti bahwa Nabi ﷺ telah menunjukkan sifat kenabiannya jauh sebelum wahyu turun.


Latar Belakang Terbentuknya Hilful Fudhul

Hilful Fudhul terjadi setelah perang antar suku yang dikenal dengan Harbul Fijar. Pada saat itu, Makkah menjadi pusat perdagangan, namun sering terjadi ketidakadilan terhadap para pedagang asing.

Suatu ketika, seorang pedagang dari Yaman datang ke Makkah untuk menjual barang dagangannya kepada seorang tokoh Quraisy bernama Al-‘Ash bin Wa’il As-Sahmi. Namun setelah menerima barang, Al-‘Ash menolak membayar. Pedagang itu meminta pertolongan kepada masyarakat Quraisy, tetapi tidak ada yang berani melawan kedzaliman tokoh besar tersebut.

Melihat ketidakadilan ini, beberapa tokoh Quraisy yang berhati mulia mengadakan pertemuan di rumah Abdullah bin Jud’an At-Taimi, dan di situlah terbentuk Hilful Fudhul — sebuah perjanjian untuk menegakkan keadilan dan menolong orang yang tertindas tanpa memandang suku atau asal-usulnya.


Kehadiran Nabi ﷺ dalam Hilful Fudhul

Nabi Muhammad ﷺ yang saat itu berusia sekitar dua puluh tahun turut hadir dan berpartisipasi dalam perjanjian tersebut. Beliau ﷺ bersama pamannya, Zubair bin Abdul Muthalib, menghadiri pertemuan itu dan menyetujui isi perjanjian yang berbunyi:

“Demi Allah, kami akan menolong orang yang dizalimi hingga haknya dikembalikan, dan kami tidak akan membiarkan seorang pun tertindas di Makkah.”

Hilful Fudhul merupakan perjanjian yang melibatkan kabilah-kabilah terhormat seperti Bani Hasyim, Bani Zuhrah, Bani Taim, dan Bani Muthalib.


Pandangan Nabi ﷺ Setelah Kenabian

Setelah diutus sebagai rasul, Nabi Muhammad ﷺ tetap memuji perjanjian tersebut dan menjadikannya contoh dalam menegakkan keadilan sosial. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Auf رضي الله عنه, Rasulullah ﷺ bersabda:

لَقَدْ شَهِدْتُ مَعَ عُمُومَتِي حِلْفَ الْفُضُولِ فِي دَارِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُدْعَانَ، فَمَا أُحِبُّ أَنَّ لِي بِهِ حُمْرَ النَّعَمِ، وَلَوْ أُدْعَى بِهِ فِي الْإِسْلَامِ لَأَجَبْتُ

“Aku pernah menghadiri perjanjian Hilful Fudhul di rumah Abdullah bin Jud’an bersama paman-pamanku. Aku tidak ingin menukarnya dengan unta merah (harta paling berharga), dan seandainya aku diajak kepada perjanjian itu di masa Islam, niscaya aku akan memenuhinya.” (HR. Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, dan dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani)

Hadits ini menunjukkan bahwa prinsip Hilful Fudhul selaras dengan nilai-nilai Islam, yaitu menegakkan keadilan dan membela yang lemah.


Nilai-nilai Penting dari Hilful Fudhul

  1. Menegakkan Keadilan Universal
    Hilful Fudhul menjadi cerminan nilai keadilan Islam yang tidak terbatas pada ras, suku, atau agama. Siapa pun yang tertindas berhak mendapatkan pertolongan.

  2. Keterlibatan Sosial Nabi ﷺ Sebelum Kenabian
    Rasulullah ﷺ bukan hanya dikenal karena akhlaknya, tetapi juga karena kepeduliannya terhadap urusan masyarakat. Beliau aktif dalam membangun solidaritas sosial yang melindungi hak-hak manusia.

  3. Landasan Moral bagi Dakwah Islam
    Perjanjian ini menjadi landasan moral bagi dakwah beliau ﷺ di masa kenabian, karena Islam datang untuk menegakkan keadilan sebagaimana firman Allah ﷻ:

    اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيتَآءِ ذِي الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِۗ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

    “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat, dan Dia melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 90)


Penutup

Hilful Fudhul adalah simbol dari nilai-nilai kemanusiaan yang agung sebelum datangnya Islam. Melalui keterlibatan Nabi Muhammad ﷺ dalam perjanjian tersebut, kita belajar bahwa Islam mendorong umatnya untuk menegakkan keadilan, melindungi yang lemah, dan menolak segala bentuk kedzaliman. Perjanjian ini menjadi bukti bahwa akhlak Rasulullah ﷺ telah mulia jauh sebelum beliau menerima wahyu kenabian.

Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc

Facebook Comments

Pesantren MAQI

Lembaga Bahasa Arab dan Studi Islam

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Advertisment ad adsense adlogger