Al-Quran

Adab dalam Shalat (1)

Shalat merupakan tiang agama. Kokoh dan robohnya agama bisa dilihat dari sholatnya. Perintah shalat bukan sekedar melaksanakan peragaan shalat dan rutinitas harian saja. Dengan modal menegakan shalat seharusnya dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Konsekuensinya harus ada perbedaan sikap dan kepribadian antara orang yang biasa shalat dan yang tidak shalat, karena orang yang shalat saja belum pasti mendapat jaminan pahala karena ada yang masih diancaman “Wailun” (kecelakaan), yaitu mereka yang Sahun dari shalatnya.

Oleh karena itu pada artikel ini kita akan coba kupas bagaimana etika atau adab ketika melaksanakan shalat, agar shalat kita benar-benar tidak sia-sia sehingga dapat diterima oleh Allah SWT. Dan inilah diantara adab-adab tersebut;

  1. Menjaga shalat 5 waktu terlebih lagi shalat ashar


حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ ﴿238

Peliharalah semua salat dan salat wustha. Dan laksanakanlah (salat) karena Allah dengan khusyuk. (QS. al-Baqarah: 238)

Keterangan:

Dalam ayat diatas terkandung 3 pokok, yaitu;

  • Perhatikanlah shalat; waktu, tempat, pakaian, arah, peragaan, bacaan, berjama’ah, hasil atau pengaruh dan juga cara mengajarkan shakat.
  • Lebih khusus perhatikanlah shalat wustha, yaitu shalat ashar.
  • Hendaklah melaksanakan shalat dengan penuh kekhusyu’an sesuai dengan contoh Nabi. Bacaannya dihayati dan diresapi.Untuk mendekatkan khusyu’, maka mutlak setiap muslim harus mengusai arti dan isi kandungan ayat dan do’a yang dibacanya ketika shalat.
  1. Memakai pakaian yang indah saat masuk masjid

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ  ﴿31

Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS. al-A’raf: 31)

Keterangan:

Ayat ini menunjukan hendaklah manusia berpakaian dengan pantas dan wajar sebagai wujud seorang hamba yang sedang munajat kepada Allah.

  1. Mengupayakan diri untuk khusyu’ dalam shalat

قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ ﴿1﴾ الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلٰو تِهِمْ خَاشِعُوْنَ ﴿2

Sungguh beruntung orang-orang yang beriman.  (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya, (QS. al-Mu’minun: 1-2)

وَقَالَ عَطَاءٌ: هُوَ (اَلْخُشُوْعُ) أَلَا يَعْبَثَ بِشَيْئٍ مِنْ جَسَدِهِ فِي الصَّلَاةِ وَأَبْصَرَ النَّبِيُّ ﷺ رَجُلًا يَعْبَثُ بِلِحْيَتِهِ فِى الصَّلَاةِ فَقَالَ: لَوْ خَشِعَ قَلْبَ هَذَا لَخَشَعَتْ جَوَارِحُهُ.

Dan ‘Atha berkata: “Dia (khusyu’) ialah; tidak memainkan sesuatu apapun dari tubuhnya ketika shalat, dan Nabi SAW melihat seseorang memainkan jenggotnya ketika shalat maka sabdanya: “kalaulah hati orang ini khusyu’ pasti anggota badannya pun akan khusyu”.

  1. Menghindari “Sahun” (lupa/lalai) saat shalat

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ ﴿4﴾ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ ﴿5﴾

Maka celakalah orang yang salat (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya. (QS. al-Ma’un: 4-5)

Keterangan:

Kedua ayat diatas menunjukan betapa beruntung bagi orang yang melaksanakan shalat dengan khusyu’, dan betapa binasa serta celaka bagi orang yang melaksanakan shalatnya dalam keadaan sahun (lupa). Ada tiga kategori lupa, diantaranya;

  1. Lupa dalam raka’at shalat; hal ini masih bisa ditutupi dengan sujud sahwi.
  2. Lupa untuk melasanakan shalat; hal ini masih bisa ditolelir, yaitu shalat saja ketika ingat atau sadar.
  3. Lupa dari shalat; lupa dari janji, pernyataan dan bacaan yang diucapkan dalam shalat sehingga shalatnya tidak ada pengaruh sama sekali dalam kehidupan sehari-hari. Dan inilah yang dimaksud Sahun dalam ayat diatas.

 

Hadits-Hadits:

  1. Berusaha shalat diawal waktu

عَنْ أُمِّ فَرْوَةَ قَالَتْ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ الصَّلَاةُ فِي أَوَّلِ وَقْتِهَا (رواه أبو داود)

Dari Ummu Farwah dia berkata; Rasulullah ﷺ ditanya; “Amalan apakah yang paling utama? Beliau menjawab, “Shalat di awal waktu!” (HR. Abu Daud)

  1. Menyempurnakan wudhunya, ruku’nya, sujudnya dan lain-lain;

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ خَمْسُ صَلَوَاتٍ افْتَرَضَهُنَّ اللَّهُ تَعَالَى مَنْ أَحْسَنَ وُضُوءَهُنَّ وَصَلَّاهُنَّ لِوَقْتِهِنَّ وَأَتَمَّ رُكُوعَهُنَّ وَخُشُوعَهُنَّ كَانَ لَهُ عَلَى اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يَغْفِرَ لَهُ وَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلَيْسَ لَهُ عَلَى اللَّهِ عَهْدٌ إِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ (رواه أبو داود)

Dari Ubadah bin Ash Shamit, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Lima shalat yang telah diwajibkan oleh Allah Ta’ala, barangsiapa yang membaguskan wudhu` dan shalatnya sesuai dengan waktunya serta menyempurnakan rukuk dan kekhusyukannya, maka dia berhak mendapatkan janji dari Allah bahwa Dia akan mengampuninya, dan barangsiapa yang tidak melakukannya maka dia tidak memiliki janji atas Allah; Jika Allah berkehendak, Dia akan mengampuninya, dan jika berkehendak, Dia akan mengazabnya.” (HR. Abu Daud)

  1. Tidak meludah sembarangan

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ رَأَى نُخَامَةً فِي الْقِبْلَةِ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِ حَتَّى رُئِيَ فِي وَجْهِهِ فَقَامَ فَحَكَّهُ بِيَدِهِ فَقَالَ إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ أَوْ إِنَّ رَبَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ فَلَا يَبْزُقَنَّ أَحَدُكُمْ قِبَلَ قِبْلَتِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمَيْهِ ثُمَّ أَخَذَ طَرَفَ رِدَائِهِ فَبَصَقَ فِيهِ ثُمَّ رَدَّ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَقَالَ أَوْ يَفْعَلُ هَكَذَا (رواه البخاري)

Dari Anas bin Malik bahwa Nabi ﷺ melihat ada dahak di dinding kiblat, beliau lalu merasa jengkel hingga nampak tersirat pada wajahnya. Kemudian beliau menggosoknya dengan tangannya seraya bersabda, “Jika seseorang dari kalian berdiri shalat sesungguhnya dia sedang berhadapan dengan Rabb-nya, atau sesungguhnya Rabb-nya berada antara dia dan kiblat, maka janganlah dia meludah ke arah kiblat, tetapi lakukanlah ke arah kirinya atau di bawah kaki (kirinya).” Kemudian Nabi ﷺ memegang tepi kainnya dan meludah di dalamnya, setelah itu beliau membalik posisi kainnya lalu berkata, atau beliau melakukan seperti ini.” (HR. Bukhari)

Keterangan:

Meludah saat shalat itu boleh asal tidak menghadap kiblat. Dalam hadits diatas disebutkan bolehnya meludah kearah kiri atau kebawah kaki kirinya, namun tentu untuk kondisi saat ini tidak layak meludah secara langsung di dalam masjid. Hendaknya memakai perantara agar ludah tidak sampai ke lantai, sejadah atau bahkan sampai mengotori orang lain yang tentu merasa jijik.

Inilah diantara adab-adab dalam shalat. Mudah-mudahan dapat bermanfa’at bagi pembacanya. Nantikan artikel part 2 nya di pekan depan.

Penulis : Ustadz Fairuuz Faatin (Bidang Perkantoran & Bendahara Pesantren MAQI

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Advertisment ad adsense adlogger