Karya Ilmiah

Zakat Dalam Perspektif Ekonomi Islam

Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam. Oleh sebab itu, zakat menjadi salah satu landasan keimanan seorang muslim, dan zakat juga dapat dijadikan sebagai indikator kualitas keislaman yang merupakan bentuk komitmen solidaritas seorang muslim dengan sesama muslim yang lain.

Zakat juga merupakan suatu ibadah yang memiliki nilai sosial yang tinggi. Selain itu, zakat juga memberi dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Bahwa dengan berzakat golongan kaya (muzakki) dapat mendistribusikan sebagian hartanya kepada golongan fakir miskin (mustahiq), maka terjadilah hubungan yang harmonis antara golongan kaya dan fakir miskin. Sehingga golongan fakir miskin dapat menjalan kegiatan ekonomi di kehidupannya.

Ekonomi Islam merupakan suatu ilmu ekonomi yang berkarakter normatif dan positif, 3 karena standarisasi nilai-nilai ekonomi Islam melalui al-Qur’an dan hadis (normatif), serta praktek perekonomian (economic activity) pada masa nabi (positif),

 

  1. Zakat Dalam Perspektif Ekonomi Islam

 

Muhammad Daud Ali menerangkan tujuan zakat antara lain:

  1. zakat mengangkat derajat fakir miskin.
  2. membantu memecahkan masalah para gharimin, ibnu sabil dan para mustahiq lainnya.
  3. membentangkan dan membina tali persaudaraan antar sesame umat Islam dan manusia pada umumnya.
  4. menghilangkan sifat kikir dan tamak terhadap kepemilikan harta.
  5. menghilangkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang miskin.

 

  1. Pengertian Zakat

Berasal dari Bahasa Arab yakni zakat yang artinya bersih, suci, subur, berkembang. Dikutip dari laman Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), zakat artinya bagian tertentu dari harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim apabila telah mencapai syarat yang ditetapkan. Sebagai salah satu rukun Islam, zakat ditunaikan untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (asnaf).

  1. Zakat dalam al-Qur’an

Zakat dalam al-Qur’an memiliki banyak arti. Mengutip pendapat Hasbi Ash Shiddieqy, antara lain adalah

Allah swt. berfirman:

“Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku”

Allah swt berfirman :

“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima Taubat dari hambahamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang?”

 

  1. Hikmah zakat

Dari berbagai hikmah zakat menurut para ulama’, maka dapat dibagi menjadi tiga macam atau aspek, yaitu diniyyah, khuluqiyyah, dan ijtimaiyyah. Yaitu:

  1. Faidah diniyyah (segi agama)
  2. Berzakat menghantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia

dan akhirat

  1. Sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, akan menambah keimanan karena keberadaanya yang memuat beberapa macam ketaatan.
  2. Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda.
  3. Faidah Khuluqiyyah (segi Akhlak) Di antara hikmah zakat apabila ditinjau dari aspek khuluqiyyah adalah:
  4. Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran, dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat
  5. Pembayar zakat biasanya identic dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
  6. Merupakan realita bahwa menyumbang sesuatu raga bagi kaum muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa, sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
  7. Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.

3) Faidah Ijtimaiyyah (segi Sosial Kemasyarakatan) Adapun hikmah zakat apabila ditinjau dari aspek ijtimaiyyah ini adalah:

  1. Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar Negara di dunia
  2. Memberikan support kekuatan bagi kaum muslmin dan mengangkat eksistensi mereka. Hal ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
  3. Zakat bisa mengurangi kecemburuan social, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin karena masyarakat bawah akan mudah tersulut rassa benci dan permusuhan jika mereka melihat kelompok masyarakat ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta yang demikian melimpah itu untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.

 

  1. Langkah-langkah Optimalisasi Zakat

Beberapa upaya yang harus dilakukan dalam mengoptimalisasikan zakat adalah tentang bagaimana memanfaatkan zakat sebagai jaminan sosial serta perlindungan kesehatan masyarakat. Selain itu juga, perlunya penguatan posisi negara dalam pengelolaan zakat tanpa menghilangkan peran lembaga amil zakat. Pengadaan Perda dengan memperhatikan Per-UU-an yang mengatur seputar zakat juga menjadi hal yang paling sentral dan utama, khususnya sebagai jaminan sosial dan kesehatan.

Para muzaki (wajib zakat) cukup menyerahkan kepada mustahiq (berhak penerima zakat)-nya di tempat tinggal masing-masing, tanpa menghiraukan pengelolaan yang lebih baik melalui badan amil zakat. Melalui undang undang tersebut diharapkan pengumpulan zakat dapat dikelola secara profesional dengan pemanfaatan secara berkelanjutan untuk umat. Zakat tidak hanya dikelola secara partisipatif individual, tetapi juga tersentralisasi secara kelembagaan.

 

  1. Zakat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengetasan kemiskinan

 

Antara Zakat, Infak, Shadaqah, Wakaf dan Hibah ,

Kelima hal di atas potensi-potensi umat yang dapat diberdayakan untuk kesejahteraan dan kemajuan umat. Secara sekilas kelima hal tersebut sulit diketahui perbedaannya. Berikut diuraikan secara ringkas masing-masing pengertiannya.

  1. Zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula. Dari segi bahasa zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, suci, bersih dan baik (Wasilah, 2005). Maka segala sesuatu yang tumbuh dan berkembang wajib dizakati. Zakat dapat dibedakan menjadi dua yang pertama, zakat mal atau zakat harta adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan yang sudah mencapai nishab (ukuran tertentu) dan sudah mencapai haul, untuk golongan tertentu dalam jumlah minimal tertentu pula. Kedua zakat fithrah yaitu pengeluaran yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan nafkah keluarga yang wajar pada malam dan hari raya Idul Fitri. Zakat fithrah ini adalah berupa kebutuhan atau makanan pokok sebanyak 2,5 kg atau 3,5 liter. Supaya zakat dapat berfungsi secara optimal maka perlu dipertimbangkan bagaimana cara menghimpun, mendistribusikan serta memberdayakan zakat tersebut supaya seperti yang menjadi tujuannya.
  2. Infak adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali memperoleh rezeki, sebanyak yang dikehendaki sendiri.
  3. Shadaqah atau sedekah yaitu pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama kepada orangorang miskin, setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya. Sedekah dapat berupa material maupun non material. Secara non material dapat berwujud ilmu ataupun senyum seseorang kepada orang lain, kemudian bertasbih, takbir, tahmid dll, seperti yang terdapat dalam hadis Nabi.
  4. Wakaf artinya menahan Maksudnya menahan sesuatu yang benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran Islam. Orang yang berwakaf tidak lagi berhak atas barang atau benda yang diwakafkannya.
  5. Hibah adalah pengeluaran harta semasa hidup atas dasar kasih sayang untuk kepentingan seseorang atau untuk kepentingan sesuatu badan sosial, keagamaan, ilmiah, juga kepada seseorang yang berhak menjadi ahli warisnya. Pada intinya adalah pemberian suatu benda semasa hidup seseorang tanpa mengharapkan balasan.

 

  1. Peran Negara dalam Pengelolaan Zakat Umat Islam di Indonesia Zakat

Hukum Islam yang berlaku secara formal yuridis adalah bagian hukum Islam

yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Bagian hukum Islam ini menjadi bagian hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan, seperti misalnya hukum perkawinan, hukum kewarisan dan hukum wakaf yang telah dikompilasikan (1988), hukum zakat dan sebagainya. Dengan dituangkannya hukum Islam dalam bentuk undang-undang, maka pemberlakuannya tidak lagi hanya didasarkan pada kesadaran iman dan taqwa umat Islam, melainkan atas dasar kekuatan hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Penulis :

Sahla azkia

Mahasiswa STEI SEBI

Facebook Comments

Pesantren MAQI

Lembaga Bahasa Arab dan Studi Islam

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Advertisment ad adsense adlogger