Kajian Fiqih Pembatalan Ibadah Haji Tahun 2020
Wabah Virus Corona atau yang lebih dikenal dengan COVID-19 berdampak kepada seluruh aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi maupun kemasyarakatan demikian juga aspek agama dan peribadahan di mana aktivitas ibadah tidak bisa dilakukan sebagaimana mestinya seperti pada bulan Ramadhan 1441 H, kegiatan ibadah yang biasa dilakukan di masjid seperti tarawih, tadarrus dan sebagainya untuk tahun ini dilakukan di rumah sebagai upaya memutus rantai penyebaran virus Corona.
Terbaru adalah pembatalan keberangkatan jama’ah haji Indonesia yang telah resmi diumumkan oleh Menteri agama Fakhrurrazi. Tentu ini adalah berita yang sangat menyedihkan, seperti mana kita ketahui bersama bahwa untuk keberangkatan ibadah haji diperlukan waktu tunggu yang sangat lama, ada yang sudah menunggu selama 10 tahun, 15 tahun atau bahkan lebih dari itu, mengingat kuota yang sangat terbatas sementara animo umat Islam untuk menunaikan ibadah haji sangat tinggi.
Walaupun dirasakan berat keputusan ini tentu sudah melalui kajian yang sangat mendalam, baik kajian literatur agama, sosial, kesehatan maupun kajian-kajian lainnya. Keputusan ini memang merupakan domain pemerintah untuk menetapkannya.
Tinjauan Sejarah
Berdasarkan sejarah beberapa kali terjadi pembatalan ibadah haji, baik dikarenakan wabah atau situasi perang. Tahun 1814 misalnya saat terjadi wabah tha’un, tahun 1837 dan 1858 terjadi wabah epidemi, 1892 terjadi wabah kolera, dan 1987 terjadi wabah meningitis. Indonesia juga pernah tidak menyelenggarakan ibadah haji karena pertimbangan masalah agresi Belanda tahun 1946, 1947 dan 1948.
Tahun 1947, Menag Fathurrahman Kafrawi mengeluarkan Maklumat Kemenag Nomor 4 Tahun 1947 tentang Penghentian Ibadah Haji di Masa Perang.
Jadi pembatalan ibadah haji bukan merupakan sesuatu yang baru, oleh sebab itu umat Islam terkhusus para jama’ah haji bagaimanapun beratnya keadaan ini, semoga bisa berlapang dada dengan keputusan ini. Pemerintah juga dipastikan melakukan langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak yang diakibatkan oleh pembatalan ini.
Kajian Fiqih
- Kaidah Fiqih
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Mencegah kerusakan lebih didahulukan daripada mendatangkan kemashlahatan.
Ibadah haji adalah ibadah komunal yang mendatangkan banyak orang dari berbagai negara di dunia, kerumunan adalah sesuatu yang pasti terjadi dalam pelaksanaan ibadah haji ini. Kondisi wabah saat ini, di mana penyebaran virus terjadi karena kontak fisik dan tidak mungkin melakukan phisycal distancing (menjaga jarak) pada situasi seperti itu.
2. Syarat-syarat Melaksanakan Ibadah Haji
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seseorang yang akan menunaikan haji. Syarat pertama, Muslim. Ibadah haji bukan hanya puncak dari rukun Islam, di Baitullah seorang Muslim akan menyerahkan dirinya kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Karenanya, seorang Muslim yang akan melaksanakan ibadah haji hendaknya bertobat.
Syarat kedua, berakal sehat. Syarat ketiga, bebas merdeka tanpa satu ikatan perbudakan. Dengan akalnya yang sehat dapat memahami makna dan tujuan beribadah haji. Syarat keempat, kemampuan. Meliputi kemampuan finansial, fisik dan menghidupi keluarga yang ditinggalkan. Jamaah haji harus mampu secara fisik. Ibadah haji membutuhkan fisik yang sehat dan prima. Syarat kelima, bisanya perjalanan itu dilakukan.
Melihat dari lima syarat di atas, setidaknya ada 2 syarat yang tidak bisa dipenuhi dalam ibadah haji tahun ini, yaitu kemampuan terlebih kemampuan untuk mengendalikan penyebaran virus di masa pandemi seperti ini apabila terjadi kerumunan, kemudian syarat selanjutnya yang tidak bisa terpenuhi adalah adalah bisanya perjalanan itu dilakukan, mengingat virus ini menyebar dari satu negara ke negara yang lainnya dengan sangat cepat disebabkan karena perjalanan orang yang terinfeksi dari satu negara ke negara yang lain.
3. Maqashid Syari’ah
Imam Asy-Syatibi merumuskan maqashid syariah ke dalam 5 hal inti yaitu :
1) Hifdzud-diin (Menjaga Agama)
2) Hifdzun-nafs (Menjaga Jiwa)
3) Hifdzul Aql (Menjaga Akal)
4) Hifdzun Nasl (Menjaga Keturunan)
5) Hifdzul Maal (Menjaga Harta)
Salah satu tujuan dari syariat itu adalah untuk menjaga jiwa, apabila pembatalan ibadah haji tahun ini adalah untuk mejaga jiwa maka hal ini selaras dengan maqashid syariah, bisa kita bayangkan berapa banyak yang akan tertular apabila ternyata ada jama’ah yang menjadi carrier (pembawa) virus COVID 19 ini, karena banyak sekali orang yang terinfeksi dan tidak menunjukan gejala dari infeksi tersebut.
Kita selalu memohon kepada Allah Subhanahu Wata’ala semoga wabah ini segera diangkat dan kehidupan kembali normal seperti sediakala. Aamiin Yaa Mujibas Saa’ilin
Wallahu A’lam Bish Shawab
Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat (Musyrif Aam Pesantren MAQI)