Iman
Iman
Dalam hadis yang sudah sangat terkenal dan sering kita dengar, yang terdapat dalam kitab Imam Bukhari dalam bagian tentang iman pada sub bab sual jibril an-nabiya ‘an al-iman wa al-islam. Pada hadis itu diceritakan. Pada saat Nabi Muhammad S.A.W. keluar di suatu hari bersama orang-orang (sahabat), datanglah kepada Beliau rajulun (seorang laki-laki. Orang itu bertanya kepada nabi “maa al-imanu ?” (apa itu iman ?). Nabi menjawab, bahwa iman adalah “an tu mina billahi wa malaikatihi wa bi liqoihi” (engkau beriman kepada Alloh, Malaikat, dan juga beriman atas pertemuan denganNya), “Wa bi Rusulihi wa tu mina bi al-ba’tsi al-akhiri” (dan beriman kepada rasul-rasulNya dan terhadap hari kebangkitan.
Keimanan seorang hamba tercermin dalam ‘amaliyyahnya, diantara bukti keimanan seseorang adalah mendirikan salat, menunaikan zakat. Dan ‘amaliyyah yang hadir dilandasi dengan keimana, maka akan memasukan pengamalnya kedalam syurga. Imam Bukhari meriwayatkan dan ditulis dalam kitabnya, pada bagian adab, sub bab fadhli shilatial-rahim, dari Abu Ayub Al-anshari, dikatakan bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Rasul “akhbirni bi ‘amalin yudkhilniy al-jannah” (kabarkan kepadaku amalan yang mampu memasukanku ke dalam surga). Rasul menjawab “Ta’budu Alloha wa laa tusyriku bihi syai an” (kamu beribadah kepada Allah dan tidak menduakanNya dengan sesuatu pun). “wa tuqimu al-shaolaata wa tu tiya al-zakaata” (dan engkau mendirikan salat dan menunaikan zakat). “wa tashilu al-rohima” (dan menyambungkan tali kasih sayang). Dan dalam hadis yang lain, masih dari Imam Al-Bukhari pada bagian tentang zakat, sub bab wujub al-zakah, terdapat redaksi “wa tashumu ramadhan” (dan shaum ramadhan).
Hal yang paling pertama yang terdapat pada keimanan adalah mengucapkan “laa ilaaha illallah”. Kita dapati hadis dari Al-Musayyab ibni haznin dalam kitab Imam Bukhari, pada bagian al-jana iz, sub bab idza qola al-musyriku ‘inda al-maut laa ilaaha illallah”. Al-musayyab bin haznin menceritakan, bahwa pada saat Abu thalib diakhir hayatnya (mendekati ajalnya), Rasul mendatanginya. Dan ternyata disamping Abu thalib telah ada Abu jahal dan Abdullah bin abi umayyah. Pada saat demikian, Rasul bersabda “Ya ‘ammi qul laa ilaaha illallah kalimatan asyhadu laka bihaa ‘inda Alloh” (wahai paman katakanlah “laa ilaaha illa Alloh”, sebuah kalimat yang dengannya aku akan bersaksi di sisi Alloh). Disatu sisi yang lain, Abu jahal berkata kepada Abu thalib “Ya abaa thalibin atarghabu ‘an millati ‘abdi al-muththalib ?” (wahai Abu thalib, apakah kau akan meninggalkan agama ‘Abdi al-muththalib?). nabi terus menawarkan ajakannya, dan Abu jahal pun masih tetap mengulang-ulang perkataanyaa. Sampai tiba waktunya, dan akhir kalimat yang Abu thalib ucapkan adalah “tetap memegang teguh ajaran ‘Abdu Al-muththalib”. Dan Rasul merasa sedih.
Sudah barang tentu, yang sama-sama kita yakini bahwa kalimat tauhid yang dapat memasukan anak manusia kedalam surga adalah apa yang benar benar dan dengan kesungguhan ada pada dirinya. Kalimat tauhid yang senantiasa terpatri dalam jiwa manusia dimana saja dia berada. Kalimat tauhid yang senantiasa mencegahnya darfi hal-hal yang jelek. Kalimat tauhid yang senantiasa menjadi penggerak agar dirinya senantiasa berjalan dalam kebaikan dan dalam berbuat baik. Satu kalimat yang berefek besar bagi dunia. Seorang muslim yang beriman dan memegang teguh kalimat “laa ilaaha illa Alloh” akan memberi akibat yang sangat positif.
Satu waku Muadz membonceng nabi pada seekor keledai bernama ‘ifair, Nabi bersabda wahai muadz apakah kau tahu apa hak Alloh atas hambanya, singkatnya kemudian Rasul menjawab “hendaknya hamba menyembahNya dan tidak menyekutukanNya”. “apakah kau tahu apa hak hamba atas Alloh ?” tanya Rasul untuk kedua kalinya. Rasul kemudian menjawab “an laa yu’adzdzibahum” ( Alloh tidak akan menyiksa mereka). Dan dalam hadis yang lainnya, masih dalam kitab Imam Bukhari pada bagian al-‘ilmu, arsul bersabda “maa min ahadin yasyhadu an laa ilaaha illa Alloh wa anna muhammadan rasulullah shidqon min qolbihi illa harromahullahu ‘ala al-naar” (tidaklah seseorang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad rasul Alloh dengan shidqon (kejujuran hati) pada hatinya, kecuali akan diharamkan baginya api neraka.
Sudah barang tentu bagi seorang muslim yang mu’min dengan sepenuh hati dan hal itu terpancar dalam amal-amal hariannya, akan ia dapatkan surga yang dijanjikanNya dan dijauhkan dari nerakanya. Wa huwa hasbunaa wa ni’ma al-wakiil.
Wallohu a’lam bil-shawab.
Penulis: Ustadz Nur Falah (Staff Pengajar Pesantren MAQI)