Peranan Zakat Dalam Pengentasan Kemiskinan
Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“STUDI FATWA ZAKAT’’
Dosen Pengampu
Ustadz Iqbal Fadli Muhammad SEI, M. Si
Disusun Oleh :
Riska Putri Aprilia (42004045)
STUDI FATWA ZAKAT
HUKUM EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM (STEI SEBI) DEPOK
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat, karunia serta kasih sayangNya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Perlindungan Hukum Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia ini dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad SAW. tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Ustadz Iqbal Fadli Muhammad SEI, M. Si
Dalam penulisan makalah ini, saya menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal saya selaku penulis usahakan.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.
Depok, 1 Oktober 2021
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………1
- Latar Belakang Masalah…………………………………………………………… 2
- Rumusan Masalah…………………………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………….3
- Pengertian Zakat………………………………………………………………………3
- Kewajiban Zakat……………………………………………………………………….4
- Manfaat dan Hikmah Zakat. ………………………………………………………4
- Perkembangan Pengelolaan Zakat di Indonesia dari Masa ke Masa…5
- Peranan Zakat dalam Mengatasi Kemiskinan……………………………….. 6
- Pengaruh Zakat Terhadap Kemiskinan………………………………………… 7
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………….8
- ………………………………………………………………………..8
DAFTAR PUSTAKA. …………….. ………………………………….. …………………….. 9
Pendahuluan
Zakat merupakan kewajiban yang perintahkan Allah kepada kaum muslimin. Zakat juga merupakan sebuah ibadah yang tercakup adalam rukun Islam ketiga. Zakat dalam istilah fikih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Dari segi pelaksanaannya zakat merupakan kewajiban sosial bagi para aghniya’ (hartawan) setelah kekayaannnya memenuhi batas minimal (nishab) dan rentang waktu setahun (haul). Di antara hikmah disyariatkannya zakat adalah untuk mewujudkan pemerataan keadilan dalam ekonomi. Sebagai salah stu aset—lembaga—ekonomi Islam, zakat merupakan sumber dana potensial strategis bagi upaya membangun kesejahteraan umat. Oleh karena itu al-Qur’an memberi rambu agar zakat yang dihimpun disalurkan kepada mustahiq (orang-orang yang benar-benar berhak menerima zakat) (Rofiq, 2012: 259) .
Islam menjadikan instrument zakat untuk memastikan keseimbangan pendapatan di masyarakat. Ini berarti, tidak semua orang mampu bergelut dalam kancah ekonomi, karena sebagian mereka ada yang tidak mampu baik fakir maupun miskin. Pengeluaran dari zakat adalah pengeluaran minimal untuk membuat distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Dengan zakat, orang fakir dan miskin dapat berperan dalam kehidupannya, melaksanakan kewajiban kepada Allah. Dengan zakat, orang yang tidak berpunya juga merasa bahwa mereka merupakan bagian dari masyarakat. Orang miskin juga merasa dihargai karena ada empati dari orang yang berpunya.
Dalam bidang ekonomi, zakat bisa berperan dalam pencegahan terhadap penumpukan kekayaan pada segelintir orang saja dan mewajibkan orang kaya untuk mendistribusikan harta kekayaannnya kepada sekelompok orang fakir dan miskin. Maka, zakat juga berperan sebagai sumber dana yang potensial untuk mengentaskan kemiskinan. Zakat juga bisa berfungsi sebagai modal kerja bagi orang miskin untuk dapat membuka lapangan pekerjaan, sehingga bisa berpenghasilan dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya (Rozalindah, 2014: 248).
Latar belakang
Islam merupakan agama yang multi-dimensional.Islam memberikan pandangan, keyakinan dan jalan hidup bagi umat manusia agar mampu mengatasi segala masalah di dunia dan mengantarkannya kepada kehidupan akhirat yang kekal. Islam tidak melarang penganutnya untuk berusaha mencari harta, hanya saja ketika seseorang sudah berhasil mendapatkan harta, maka harus diingat bahwa di dalam harta itu terdapat hak yang harus diberikan kepada mereka yang kurang beruntung dan terjerat dalam kemiskinan.(Berlian Mifta Alamy.2015)
Dengan demikian Islam adalah agama yang menawarkan pandangan hidup seimbang dan terpadu untuk mengantarkan kebahagiaan hidup melalui aktualisasi keadilan sosial ekonomi dan persaudaraan dalam masyarakat. Zakat adalah suatu kewajiban bagi umat Islam yang telah ditetapkan dalam Alquran, sunah nabi, dan ijma‟ para ulama. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang selalu disebutkan sejajar dengan shalat. Inilah yang menunjukkan betapa pentingnya zakat sebagai salah satu rukun Islam.(Berlian Mifta Alamy.2015) Dana yang terkumpul merupakan potensi besar yang akan didayagunakan bagi upaya penyelamatan nasib puluhan juta rakyat miskin di Indonesia yang kurang dilindungi oleh sistem jaminan sosial yang terprogram dengan baik.(Berlian Mifta Alamy 2015.) Dana zakat yang terkumpul harus didayagunakan dengan baik. Pendayagunaan adalah pemanfaatan dana zakat sedemikian rupa sehingga memiliki fungsi sosial dan sekaligus fungsi ekonomi
Fokus penelitian
- Bagaimana penjelasan zakat dalam islam?
- Perkembangan zakat di Indonesia
- Peran zakat dalam mengatasi kemiskinan
Pembahasan
Pengertian zakat
Zakat secara etimologi dalam kitab Mu’jam Wasit seperti yang dikutip oleh Dr. Yusuf Qardawi, adalah kata dasar yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik.(Ali Ridlo.2014) Bahwa sesuatu itu dikatakan zaka, yang berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu dapat dikatakan zaka, yang berarti bahwa orang tersebut baik. Mengutip pendapat Sulaiman Rasjid bahwa zakat secara terminologi adalah kadar harta yang tertentu, yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.(Ali Ridlo.2014) Setiap muslim diwajibkan mengeluarkan zakat apabila telah cukup memenuhi syarat wajib zakat yang kemudian diserahkan kepada mustahiq.(Ali Ridlo.2014) Maka segala sesuatu yang tumbuh dan berkembang wajib dizakati.
Zakat menurut agama Islam artinya kadar harta tertentu, yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat yang telah ditentukannya.(Berlian Mifta Alamy.2015) Sedangkan zakat dalam pengertian berkah ialah sisa harta yang sudah dikeluarkan zakatnya secara kualitatif kan mendapat berkah dan akan berkembang meskipun secara kuantitatif jumlahlah menyusut.8
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS.At-taubah 103)
Zakat dapat dibedakan menjadi dua yang pertama, zakat mal atau zakat harta adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan yang sudah mencapai nishab (ukuran tertentu) dan sudah mencapai haul, untuk golongan tertentu dalam jumlah minimal tertentu pula. Kedua zakat fithrah yaitu pengeluaran yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan nafkah keluarga yang wajar pada malam dan hari raya Idul Fitri. Zakat fithrah ini adalah berupa kebutuhan atau makanan pokok sebanyak 2,5 kg atau 3,5 liter.(Abdul Haris Romdhoni.2017)
Kewajiban Zakat
Telah menjadi kesepakatan (ijma’) kaum muslim, berdasarkan Al-Quran dan sunah Rasul, bahwa hukum zakat adalah wajib. Ayat-ayat Al-Quran, khususnya yang turun di Madinah, secara tegas menetapkan hukum wajibnya zakat serta memberikan instruksi pelaksanaannya secara jelas, misalnya dalam
- Al-Baqarah ayat 110 yang Artinya : (Dhena Fajar Maylana Zaenudin)
“Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala di sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan” (QS. AlBaqarah [2]: 110).
Seorang sahabat Nabi, Abdullah bin Mas’ud bahkan berkata, “Kalian di perintahkan mendirikan shalat dan membayar zakat, siapa yang tidak berzakat berarti tidak ada arti shalat baginya.”
Bukankah ini menunjukkan betapa sejajarnya shalat dan zakat?Seorang Muslim harus menjaga hubungan vertikalnya dengan Allah SWT melalui ibadah pribadinya seperti shalat, puasa, tilawah dan lainnya, juga dia harus menjaga hubungan horizontalnya dengan sesama manusia, salah satunya melalui zakat. (Dhena Fajar Maylana Zaenudin)
Kewajiban membayar zakat semakin jelas ketika Islam memberikan peringatan dan ancaman yang keras kepada orang yang tidak mau membayarnya. Mereka akan diazab di akhirat dengan azab yang pedih, misalnya kening, pinggang, serta punggung akan disetrika dengan emas dan perak yang dipanaskan di neraka (QS. At-Taubah [9]: 34-35)
Manfaat dan Hikmah Zakat
Zakat memiliki keutamaan besar bagi orang yang menunaikannnya. Pengaruh-pengaruh zakat sangat besar dan berguna bagi individu dan umat, karena zakat adalah ibadah untuk Allah yaitu:
Adapun Hikmah dari mengeluarkan zakat ialah sebagai berikut:
- Membersihkan jiwa dari penyakit kikir bakhil bila penyakit ini menguasai jiwa seseorang, ia tidak mampu melepaskan diri darinya. Penyakit ini mendatangkan murka dan kebencian Allah. Harta itu tidak hari kiamat kelak berubah menjadi lembaran-lembaran tempat pemiliknya di panggang di neraka jahanam.
- Bahagia dunia dan akhirat; adalah berupa hartanya bertambah dan berkah, sebab orang yang menginfakkan sebagian hartanya akan dilipat gandakan olah Allah SWT. Di samping kebahagian dunia, zakat juga sebagai obat untuk orang sakit serta mendatangkan kesehatan dan keselamatan. Adapun kebahagian akhirat adalah berupa penghapusan keburukan dan penambahan kebaikan, disamping itu zakat merupakan jalan menuju ampunan dan keberuntungan meraih surga. Bahkan, untuk mencapai tingkat tertinggi di surga.
- Terhindar dari dan dendam orang fakir; iri dan dengki orang fakir ini bisa berubah menjadi sikap permusuhan, berusaha untuk mencuri dan merampas hartanya, bahkan saja membunuh dan mencuri hartanya. Namun bila orang kaya bersikap lemah lembut terhadap orang miskin, berbagi dengan orang-oranmg fakir, menatap anak-anak yatim dan janda dengan pandangan kasih sayang dan membantu mereka yang memerlukan uluran tangan, sikap ini akan membuatnya dicintai orang-orang fakir. Ia pun merasa aman, tenang, dan tentram.
- Doa untuk muzakki dari orang yang menerima zakat; dianjurkan mendoakan orang yang memberi zakat dengan mengucapkan hal yang baik agar ia dilapangkan rezkinya serta selamat dunia akhirat.(Basyirah Mustarin.2017)
Perkembangan Pengelolaan Zakat di Indonesia dari Masa ke Masa.
Data Statistik tahun 2009 menunjukkan bahwa penduduk Islam di Indonesia mencapai 86,1% dari 240.271.522.10 Bisa dibayangkan apabila pengelolaan zakat berjalan semestinya, maka angka kemiskinan di Indonesia seharusnya tidak mencapai 33,7 juta orang(Zusiana Elly Triantini.2010), anak terlantar bisa diminimalisir, dan tentu hal ini juga akan berpengaruh terhadap dinamisasi ekonomi di Indonesia.
Zakat yang keberadaannya dipandang sebagai sarana komunikasi utama antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam menyusun kehidupan yang sejahtera dan berkeadilan di dalam sebuah negara. Dengan demikian permasalahan dalam dunia Islam bukanlah sekedar bagaimana cara menghimpun dan menyalurkan zakat kepada yang berhak, tetapi lebih jauh mencakup upaya sistematisasi untuk mentransformasikan nilai-nilai Islam dalam pengembangan masyarakat dan negara.(Zusiana Elly Triantini.2010)
Jika menggali sejarah pengelolaan zakat di Indonesia maka akan kita temukan pola-pola yang cenderung berbeda dari masa-ke masa. Pada masa Kolonial, pengelolaan ini diserahkan pada masyarakat, negara kolonial menghindari campur tangan. Dengan berkembangnya pesantren, madrasah, dan organisasi civil society Islam, zakat dan sadaqah masyarakat berkembang dengan sendirinya. Zakat dan sadaqah memberi sumbangan besar untuk kemerdekaan Republik Indonesia pada zaman kemerdekaan, misalnya di Aceh, di Pulau Jawa, dan beberapa daerah lainnya.
Pada zaman Orde Lama, negara hanya memberikan supervise dengan mengeluarkan Surat Edaran Kementrian Agama No.A/VII/17367 tahun 1951 yang melanjutkan ketentuan ordonasi Belanda bahwa negara tidak mencampuri urusan pemungutan dan pembagian zakat, tetapi hanya melakukan pengawasan.
Baru pada masa Orde Baru, negara mulai terlibat dan ikut mengelola zakat melalui beberapa regulasi pemerintah. Pada tahun 1964 misalnya, Kementrian Agama menyususn RUU pelaksanaan zakat dan rancangan Perpu pengumpulan dan pembagian zakat dan pembentukan baitul mal. Akan tetapi, keduanya belum sempat diajukan ke DPR dan Presiden. Baru pada tahun 1967, sebagai sebuah langkah tindak lanjut Menteri Agama mengirimkan RUU pelaksanaan zakat kepada DPR-GR. Point penting dari surat pengajuan Menteri Agama pada saat itu adalah pembayaran zakat merupakan keniscayaan bagi umat Islam di Indonesia, dan negara mempunyai kewajiban moril untuk mengaturnya.(Zusiana Elly Triantini. 2010)
Pengelolaan zakat terus berkembang seiring dengan dinamisnya kondisi politik dan ekonomi di Indonesia. Puncaknya pada 1999 dimana dikeluarkan UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang disusul dengan Keputusan Menteri Agama No 581 Tahun 1999.
Sekarang, saat gerbang reformasi telah terbuka selama 10 tahun UU Pengelolaan Zakat kembali di sentuh setelah maraknya lembaga-lembaga amil zakat “swasta”. UU Pengelolaan Zakat akan direvisi karena beberapa hal yang dianggap “perlu pelurusan dan perbaikan”. Salah satu point revisi yang banyak diperbincangkan saat ini adalah tentang pelarangan pemungutan dan pengelolaan zakat oleh selain Badan Amil Zakat Pemerintah. Tentu hal ini akan mengejutkan beberapa pihak, terutama lembaga-lembaga amil zakat “swasta”. Padahal apabila ditilik dari segi kepercayaan masyarakat, lembaga-lembaga amil zakat “swasta” ini justru lebih mendapatkan kepercayaan dari masyarakat karena keberhasilannya dalam mengelola zakat secara akuntabel, transparan, partisipatif dan inovatif.
Peranan Zakat dalam Mengatasi Kemiskinan
Zakat merupakan kewajiban dasar dalam agama Islam. Disamping sebagai realisasi rasa keimanan seorang Muslim, pelaksanaan kewajiban zakat memiliki makna yang bercorak sosial. Artinya zakat merupakan ibadah yang memenuhi hubungan seorang hamba dengan Allah SWT, sekaligus memperkuat hubungan sesama manusia. Dengan berzakat berarti seorang Muslim yang dianugerahi harta oleh Allah SWT dan telah mencukupi syarat berkewajipan menginfakkan sebahagian hartanya kepada golongan yang berhak menerimanya.
Golongan yang berhak menerima zakat telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan hamba, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Al- Taubah, 9: 60).
Sebagian dari ahli-ahli fiqh menekankan bahwa zakat wajib dibagi-bagikan kepada delapan golongan ini. Jika tidak terdapat kesemua golongan ini, maka zakat tersebut dibagikan kepada golongan yang ada saja. Namun pemerintah mempunyai pilihan untuk memberikan peruntukan zakat. Walau bagaimanapun, perhatian hendaklah diberikan menurut kebutuhannya. Golongan fakir dan miskin tidak boleh diabaikan, bahkan hendaklah didahulukan karena dengan memberikan peruntukan kepada mereka akan membuat Negara semakin kuat (Muhammad Abu Zahrah, 1987).Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang yang fakir dan orang-orang yang sangat memerlukan bantuan harta (finansial). Zakat yang diberikan kepada golongan fakir dan miskin dapat membantu meringankan beban ekonomi yang mereka hadapi. Dana zakat dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka, baik kebutuhan material maupun kebutuhan spiritual. Dengan demikian, orang-orang fakir dan miskin menjadi mampu dalam kehidupannya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah swt (Armiadi, 2008: 20).
Hal ini senada dengan pandangan Yusuf Qardhawi (2005) yang menyatakan bahwa zakat akan memungkinkan para fakir miskin untuk dapat turut berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan juga menjalankan kewajibannya dalam beribadah kepada Allah, serta turut membangun tatanan masyarakat. Namun, ia menekankan bahwa tidak semua fakir miskin berhak mendapatkan bagian dari uang zakat yang ada. Hal ini disebabkan tidak jarang ditemukan bahwa terdapat fakir miskin yang tidak berhak menerima zakat, disebabkan ia tidak pernah berusaha sedikitpun untuk menafkahi kebutuhannya sendiri, padahal ia mampu melakukannya. Pendapat ini didasarkan pada hadits: “Tidak halal suatu shadaqah bila diberikan kepada orang kaya ataupun orang yang mampu bekerja.”(Muhammad Haris Riyaldi.2017) Oleh karena itu, dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa sesorang yang mengalami kemiskinan disebabkan pengangguran khiyariah tidak berhak untuk menerima zakat.
Pengaruh zakat terhadap kemiskinan
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah umat muslim terbesar di dunia oleh karena itu harus memiliki peran aktif dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan mengoptimalkan potensi zakat. Potensi ini di anggap mampu mewujudkan pengentasan kemiskinan, tetapi harus melalui pengelolaan dan mekanisme yang tepat dan mempunyai hasil baik. Potensi Zakat yang bisa dikembangkan untuk mengentaskan kemiskinan adalah zakat yang memiliki sifat produktif. Zakat produktif adalah pemberian zakat yang dapat membuat para penerimanya mampu menghasilkan sesuatu secara terus-menerus, dengan harta zakat yang telah diterimanya. Dengan kata lain zakat yang diberikan kepada para mustahiq tidak dihabiskan akan tetapi dapat dikembangkan dan digunakan untuk membantu perekonomian mereka seperti membuka usaha, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara terus menerus. Pemanfaatan zakat harta sangat targantung pada pengelolaannya. Apabila pengelolaannya baik, maka pemanfaatannyapun dapat dirasakan oleh masyarakat.(Nafiatur rohmah)
Kesimpulan
Seorang sahabat Nabi, Abdullah bin Mas’ud bahkan berkata, “Kalian di perintahkan mendirikan shalat dan membayar zakat, siapa yang tidak berzakat berarti tidak ada arti shalat baginya.” Bukankah ini menunjukkan betapa sejajarnya shalat dan zakat?Seorang Muslim harus menjaga hubungan vertikalnya dengan Allah SWT melalui ibadah pribadinya seperti shalat, puasa, tilawah dan lainnya, juga dia harus menjaga hubungan horizontalnya dengan sesama manusia, salah satunya melalui zakat.
Golongan yang berhak menerima zakat telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan hamba, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Al- Taubah, 9: 60).
DAFTAR PUSTAKA
Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Ummat (Malang: UIN –Maliki PRESS, 2010), 2-3.
Abdul Al-hamid Mahmud Al-ba‟iy, Ekonomi Zakat: Sebuah Kajian Moneter Dana Keuangan Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 1.
Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Ummat (Malang: UIN –Maliki PRESS, 2010), 38-39.
Ridlo, Ali, Analisis Efisiensi Keuangan Badan Amil Zakat Nasional, (Yogyakarta: Tesis – Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga 2014) hlm., 15.
Ridlo, Ali, Kebijakan Ekonomi Umar Ibn Khattab, (Kendari: Jurnal Al-‘Adl, Vol. 6 No. 2, Juli 2013) hlm. 5
Musthiq adalah orang yang berhak menerima zakat.
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2013), 192.
Al-Zuhayly, Wahbah, Zakat: Kajian Berbagai Mazhab, terj. Agus Efendi dan Bahruddin Fannany, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000.
Ali, Muhammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
Ibid, hal.40
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/16/03/02/o3e4bg301-kewajiban-berzakat
Ali Mohammad Daud, 2012, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. (RajaGrafindo Persada: Jakarta )Hal.150-151
Lihat www. Kontan.co.id, diakses pada 24 November 2009.
Nasaruddin Umar, Zakat dan Peran Negara dalam Perspektif Hukum Positif di Indonesia, dalam M. Arifin Purwakanta, Noor Aflah (ed), Southeast Asia…,hlm 36
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 298.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Hakim dari Ibnu Umar dan juga diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai, Ibnu Majah dari Abu Hurairah (Shahih Jami’ Shaghir, 7251)