Fiqih

Permasalahan Seputar Bejana

Bejana merupakan tempat menyimpan air, makanan dan semisalnya. Bisa terbuat dari besi ataupun bahan-bahan yang lainnya. Sedangkan hukum menggunakan bejana pada dasarnya boleh, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا

Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu (QS. Al-Baqoroh: 29)

Namun terdapat beberapa permasalahan terkait penggunaan bejana dalam beberapa keadaan yang berikut ini;

  1. Penggunaan bejana dari emas atau perak untuk bersuci

Pada dasarnya menggunakan bejana apapun untuk bersuci ataupun makan, minum itu semuanya boleh, sebagaimana firman Allah diatas (QS. Al-Baqoroh: 29). Namun ternyata ada hadits yang menunjukan larangan penggunaan bejana dari emas atau perak untuk makan dan minum. Nabi SAW bersabda:

لَا تَشْرَبُوْا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ, وَلَا تَأْكُلُوْا فِي صِحَافِهَا, فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا

وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ

“Jangan kalian minum di bejana emas dan perak, jangan pula makan di piring emas dan perak, karena sesunggunya itu untuk orang-orang kafir di dunia, dan untuk kalian di akhirat kelak” (HR. Bukhori (5427), Muslim (2067)).

Dan sejauh ini penulis belum menemukan dalil yang melarang penggunaan bejana dari emas atau perak dalam bersuci. Maka kesimpulannya boleh menggunakannya untuk semua kegiatan baik bersuci ataupun yang lainnya, kecuali makan dan minum dari bejana tersebut. Wallahu ‘Alam.

 

  1. Hukum menggunakan bejana yang ada tambalan dari emas atau perak

Dalam hal ini disebutkan dalam kitab “Fiqih Muyassar” tidak boleh seseorang menggunakan bejana yang ada tambalan dari emas karena ini masuk kedalam keumuman nash/teks yang ada dalam hadits, maka hukumnya adalah haram. Adapun jika ditambal dengan perak maka dalam hal ini Rasullah pernah mengungkapkan dalam haditsnya, yaitu:

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه  أَنَّ قَدَحَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم

اِنْكَسَرَ، فَاتَّخَذَ مَكَانَ الشَّعْبِ سِلْسِلَةً مِنْ فِضَّةٍ. (أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya : Dari Anas bin Malik r.a., sesungguhnya mangkok Nabi SAW retak, lalu beliau (Anas bin Malik) menambal tempat yang retak itu dengan sambungan yang terbuat dari perak (HR. Bukhari)

Dan bejana-bejana yang dimaksud diatas adalah  bejana yang digunakan untuk makan dan minum saja.

 

  1. Menggunakan bejana orang Kafir

Asal pada bejana orang kafir adalah halal, namun jika diketahui ada najis didalamnya maka wajib dicuci dulu sebelum digunakan. Dan ini dilakukan jika memang benar-benar tidak ada bejana lain untuk digunakan. Berdasarkan hadits Rasulullah:

وَعَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قُلْت : يَا رَسُولَ اللَّهِ إنَّا بِأَرْضِ قَوْمٍ أَهْلِ

كِتَابٍ أَفَنَأْكُلُ فِي آنِيَتِهِمْ ؟ قَالَ : لَا تَأْكُلُوا فِيهَا إلَّا أَنْ لَا تَجِدُوا غَيْرَهَا فَاغْسِلُوهَا

وَكُلُوا فِيهَا (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Dari Abu Tsa’labah al-Khusyani radhiyallau ‘anhu, ia berkata: Aku berkata: Wahai Rasulllah, sesungguhnya kami berada di negeri Ahli Kitab, apakah kami boleh makan dengan menggunakan bejana-bejana mereka?”. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:  “Janganlah kamu makan dengan menggunakan bejana-bejana mereka, kecuali jika kamu tidak mendapatkan yang lainnya, maka cucilah bejana-bejana itu dan makanlah dengan menggunakan bejana tersebut”. (bukhari, 5478, dan Muslim, 1930.)

Akan tetapi jika kita tidak mengetahui ada najis didalamnya maka boleh kita menggunakannya (tanpa dicuci dulu), karena Rasullah beserta sahabatnya pernah mengambil air wudhu dari air bekal milik perempuan Musyrik, dan terlebih lagi dalam Al-Qur’an telah disebutkan bahwa makanan ahli kitab itu halal. Ahli kitab juga pernah memberikan jamuan makanan menggunakan bejana mereka, sebagaimana yang dilaukan Nabi ketika diundang seorang pemuda Yahudi kemudian diberi jamuan dan Rasul makan dari bejana tersebut.

 

  1. Bersuci menggunakan bejana dari kulit bangkai hewan

Bangkai hewan merupakan suatu yang najis, maka tidak layak bagi kita untuk menggunakannya, terlebih lagi jika digunakan untuk bersuci. Namun ternyata ada hadits yang mensyaratkan bolehnya menggunakan bejana dari bangkai untuk bersuci. Syarat-syaratnya yaitu:

  1. Mesti di “Dzabag” atau disamak kulitnya, Sebagaimana hadits Nabi SAW:

أَيُّمَا إِهَابِ مَيْتَةٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ (رواه الترمذي)

bahwa kulit apa pun jika sudah disamak akan menjadi suci ( HR. Tirmidzi no. 1728)

Caranya yaitu dengan membersihkannya dari najis dan kotoran yang menempel, dengan menggunakan zat-zat yang bisa mengangkat najisnya seperti garam, atau tumbuhan-tumbuhan.

  1. Hewan yang bisa di “Dzabag” adalah hewan yang dagingnya biasa dimakan, sedangkan daging yang tidak layak seperti daging kucing kendatipun ia bersih tapi kulitnya tidak layak di “Dzabag”
  2. “Dzabag” hanya boleh dilakukan untuk hewan-hewan yang secara dzatnya tidak haram, maka kulit babi tidak boleh di “Dzabag”

Wallahu ‘Alamu Bishawab!!

Ustadz Fairuz dan Ustadz Asep (Staff Pengajar Pesantren MAQI)

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Advertisment ad adsense adlogger