Kalam (Pembicaraan) Yang Fasih
Bab 2 : Kalam (Pembicaraan) Yang Fasih
Sebuah pembicaraan (kalam) bisa disebut sebagai kalam yang fasih apabila selamat dari empat cacat yaitu :
- At-Tanaafur Fii Alfadzihi (Ketidak selarasan pada lafadz-lafadznya)
- Dha’fun Nahwiy (Lemah secara ketata bahasaan)
- Ta’qid Fil Lafdzi (Rumit lafadznya)
- Ta’qid Fil Ma’na (Rumit maknanya)
PENJELASAN
Pembicaraan pada bab sebelumnya adalah tentang kefasihan pada satu kata, adapun kefashihan suatu kalam/pembicaraan harus terhindar dari beberapa poin di bawah ini:
- At-Tanaafur Fii Alfadzihi (Ketidak selarasan pada lafadz-lafadznya)
Hal tersebut terjadi karena saling berdekatannya makharijul huruf, karena pengucapan huruf-huruf yang makhrajnya berdekatan menyerupai cara jalan yang terbatas dan di antara contohnya yang paling terkenal adalah :
وَقَــبْـــرُ حَــرْب بِــمَــكَــان قــفْـــر # وَلَـــيْــسَ قُــرْبَ قَــبْـــر حَـــرْبٍ قَـــبْـــرُ
“Adapun kuburan Harb [Harb bin umayyah] itu di tempat yang sunyi dan tidak ada kuburan lain di dekat kuburan itu”
Jika kita baca susunan kata pada sya’ir di atas, sangat sulit dan berat saat diucapkan, dan juga sangat sulit dicerna oleh pendengar.
- Dha’fun Nahwiy (Lemah secara ketata bahasaan)
Yang dimaksud dengan lemah di sini adalah lemahnya susunan disebabkan kelemahan secara ketata bahasaan, contoh :
ضَرَبَ غُلَامُهُ زَيْدَا |
Anaknya Zaid telah memukul Zaid |
Karena pada asalnya adalah kembalinya dhamirnya kepada yang lafadz yang terdahulu dan bukan kepada lafadz yang datang belakangan, Adapun dhomir pada (غلامه) kembali kepada (زيدا) dan kata ini datang diakhir dan ini merupakan kelemahan dari sisi ketata bahasaan.
Ibnu Malik berkata
وَشَاعَ نَحْوُ خَافَ رَبَّهُ عُمَرْ # وَشَذَّ نَحْوَ زَانَ نَوْرُهُ الْشَّجَرْ
Terkenal penggunaan kalimat seperti: “خَافَ رَبَّهُ عُمَرْ =Umar takut pada Tuhannya” (yakni, mengedepankan Maf’ul yg memuat Dhamir merujuk pada Fa’il di belakangnya). Dan Syadz penggunaan kalimat seperti: “زَانَ نَوْرُهُ الْشَّجَرْ =bunga-bungaan pada pepohonan menghiasi pepohonan” (yakni, mengedepankan Fa’il yg memuat Dhamir merujuk pada Maf’ul di belakangnya).
- Ta’qid Fil Lafdzi (Rumit lafadznya)
Contoh kalimat yang rumit lafadznya adalah perkataan Sebagian tukang teka-teki dalam ilmu faraidh.
رَجُلٌ مَاتَ وَخَلَّى رَجُلًا # اِبْنَ عَمِّ ابْنِ أَخِيْ عَمِّ أَبِيْهِ
Seorang laki-laki meninggal dan meninggalkan seorang laki-laki, anak paman anak saudaraku paman ayahnya.
Sya’ir di atas sangat rumit kata-katanya padahal yang dimaksudkan adalah : anak pamannya, akan tetapi dia memanjangkannya dan menyamarkannya sehingga perkataannya menjadi rumit.
- Ta’qid Fil Ma’na (Rumit maknanya)
Contohnya perkataan Al-Abbas Bin Ahnaf
سَأَطْلُبُ بُعْدَ الدَّارِ عَنْكُمْ لِتَقْرُبُوا # وَتَسْكُبُ عَيْنَايَ الدُّمُوعَ لِتَجْمُدا
Aku akan mencari rumah yang jauh dari kalian agar kalian dekat di hati. Dan kedua mataku akan menumpahkan habis air matanya agar membeku (merasakan bahagia karena telah dekatnya hati)
Dimana dimaksudkan penggunaan kinayah untuk mengungkapkan rasa bahagia, bekunya mata adalah tidak tidak menangid. Akan tetapi yang merusak makna di sini adalah bahwasannya dia mengungkapkan tentang hal itu setelah mengungkapkan tentang tumpahnya air mata karena sesungguhnya mata apabila menumpahkan air mata hingga menjadi beku tidak terjadi hal tersebut dalam kebahagiaan akan tetapi tentang sulitnya air mata dan keringnya air at aitu dan maksudnya bukan tentang kebahagiaan, seperti perkataan penya’ir :
أَلَا إِنَّ عَيْنًا لَمْ تَجُدْ يَوْمَ وَاسِطٍ # عَلَيْكَ بِجَارِي دَمْعِهَا لَجَمُوْدُ
Ketahuilah sesungguhnya mata tidak dermawan pada hari pengepungan # kamu harus mengalirkan air matanya pasti membeku.
Adapun pembicara yang fasih adalah Orang yang mampu untuk mendatangkan pembicaraan/ucapan yang fasih.
Maka barangsiapa yang di dalam ucapannya mengandung kerumitan, kesalahan dalam penyusunan, kelemahan dalam penyusunan ataupun kesalahan dalam ucapannya dan ketidak selarasan maka dia bukan pembicara yang fasih dalam istilah para ahli balaghah,
Sumber penulisan : Kitab Al-Balaghatul Muyassarah Halaman 13-15, dengan penambahan dari berbagai sumber.
Penerjemah Ustadz Kurnia Lirahmat
(Musyrif Aam Pesantren MAQI)