Bahasa Arab

ALIF SEBAGAI PENGGANTI DHOMMAH

ALIF SEBAGAI PENGGANTI DHOMMAH

Telah berkata muallif (ibnu al jurrum) :

وَأَمَّاالأَلِفُ فَتَكُوْنُ عَلَامَةً لِلرَّفْعِ فِي تَثْنِيَةِ الْأَسْمَاءِ خَاصَةً

dan adapun alif menjadi ciri khusus bagi rofa’ pada TASNIYYAH (memutsanakan) isim-isim.

Dan aku katakan (pensyarah) : alif menjadi ciri rofa’ atas kata dalam satu keadaan, yaitu isim mutsanna . contoh : حَضَرَ الصَّادِقَانِ (telah hadir dua orang teman itu)  maka kataالصَّدِيْقَانِ  adalah isim mutsana , dan dia marfu ‘ karna kedudukannya sebagai FAI’L (subjek), dan tanda rofa’nya alif sebagai pengganti dhommah , dan nun sebagai pengganti dari tanwin seperti ucapanmu dalam kata  صَدِيْقٌ, yaitu sebagai isim mufrod.

Dan mutsana adalah : setiap isim yang menunjukan kepada 2 bentuk laki-laki atau 2 bentuk perempuan, dengan tambahan diakhirnya. dengan tambahan ini sudah cukup, tidak perlu menyebutkan a’thaf dan ma’thufnya’ contohnya:

أَقْبَلَ العُمَرَانِ وَ الهِنْدَانِ

(telah menghadap dua umar dan dua hindun)

fal’umarooni : adalah lafaz yang menunjukan kepada dua orang, yang setiap namanya bernama umar, dengan sebab ada tambahan di akhirnya, yaitu alif dan nun, dengan tambahan ini kita tidak perlu menggunakan wawu athaf  dan mengulang penyebutan isim yang sama, semisal anda mengatakan :

حَضَرَ عُمَرُ وَعُمَرُ

( telah hadir umar dan umar) dan juga pada kata hindun, adalah lafaz yang menunjukan atas dua orang yang masing-masing bernama hindun, dan sebab penunjukankannya atas tambahan alif dan nun pada contoh tersebut, dan adanya alif dan nun mencukupkan dari mendatangkannya wawu athaf dan pengulangan isim semisal anda mengatakan :

حَضَرَتْ هِنْدٌ وَهِنْدٌ

(telah hadir hindun dan hindun).

NUN SEBAGAI PENGGANTI DHOMMAH

قَالَ : وَأَمَّا النُوْنُ عَلَامَةًلِلرَّفْعِ فِي الفِعْلِ المُضَارِعِ، إِذَا اتصَلَ بِهِ ضَمِيْرُ تَثْنِيَةٍ، أَوْ ضَمِيْرُ جَمْعٍ، أَوْ ضَمِيْرُ الْمُؤَنَّثَةِالْمُخَاطَبَةِ

Telah berkata muallif (ibnu al jurum) :dan adapun nun menjadi ciri bagi rofa’ pada fi’il mudhori , dan apabila bersambung dengannya dhomir tasniyyah ( memutsanakan), atau dhomir jama’, atau dhomir muannats mukhotobah.

Dan aku katakan (pensyarah) : nun menjadi ciri marfu’ pad kalimat (kata) disatu keadaan, yaitu fi’il mudhori yang disandarkan kepada alif yang menunjukan kepada mutsana atau wawu jama’ mudzakar atau disandarkan kepada ya muannats mukhotobah.

Adapun yang disandarkan kepada alif mutsanna, contohnya :

الصَّدِيْقَانِ يُسَافِرَانِ غَدًا

(dua teman itu akan bepergian besok).

Kata yusafirooni adalah fi’il mudhori marfu’ karna kosong dari adawaat nashibah dan jazimah. Dan tanda rofa’nya adalah tsubutu nun ( tetapnya nun), dan alif mutsanna adalah fa’il (subjek), yang mabni atas sukun dalam keadaan rofa’ .

Keadaan fi’il mudhori yang disandarkan kepada alif mutsanna kadang didahului dengan YA, kadang dengan TA’ .

Dan adapun yang disandarkan kepada alif itsnataini contohnya ;

الهِنْدَانِ تُسَافِرَانِ غَدًا

( dua hindun akan berpergian besok), dan contoh :

أَنْتُمَا يَا هِنْدَانِ تُسَافِرَانِ غَدًا

( kalian berdua wahai hindun akan berpergian besok), maka kata tusafirooni dalam dua contoh tersebut adalah fi’il mudhori yang marfu karna tetapnya nun, dan alif adalah fa’il yang tetap dalam keadaan sukun dalam keadaan rofa’.

Dan engkau akan tau bahwa fi’il mudhori yang disandarkan kepada alif itsnataini hanya didahului oleh ta’ yang menunjukan kepada ta’nits nya fa’il, baik untuk yang ghaib atau mukhotob.

Dan adapun yang disandarkan kepada wawu jama’ah contohnya :

الرِّجَالُ اْلمُخْلِصُوْنَ هُمُ الَّذِيْنَ يَقُوْمُوْنَ بِوَاجِبِهِمْ

(laki-laki yang ikhlas adalah mereka yang menunaikan kewajiban mereka), dan contoh :

أَنْتُمْ يَا قَوْم تَقُوْمُوْنَ بِوَاجِبِهِمْ

(wahai kaum, kalian mengerjakan kewajiban kalian) maka kalimat yaquumuun – dan taquumuuna adalah fi’il mudhori marfu’ , dan tanda rofa’ nya adalah tsubuutu nun (tetapnya nun), dan wawu jama’ah sebagai fa’il , dia mabni atas sukun dalam keadaan rofa’.

Dan darinya kamu mengetahui bahwasanya fi’il mudhori yang disandarkan kepada wawu ini terkadang didahului dengan YA untuk menunjukan orang ketiga (ghaibah), sebagaimana pada contoh pertama, dan terkadang didahului dengan TA’ untuk menunjukan orang kedua (mukhotob) , sebagaimana pada contoh yang kedua.

Dan adapun yang disandarkan kepada YA muannatsah mukhotobah, contoh :

أَنْتِ يَا هِنْدٌ تَعْرِفِيْنَ وَاجِبَكِ

(kamu wahai hindun mengetahui atas kewajibanmu) , fata’rifiina adalah fi’il mudhori marfu’, dan tanda rofa’nya adalah tsubutu nun (tetapnya nun), dan YA muannatsah mukhotobah adalah fa’il, dia mabni atas sukun pada keadaan rofa’.

Dan tidak ada fi’il yang disandarkan kepada huruf YA ini, kecuali pasti diawali dengan huruf TA , dan itu menunjukan kepada muannatsnya satu fa’il.

Maka ringkasnya, bahwa fi;il yang disandarkan kepada alif keadaanya adalah diawali dengan huruf TA atau YA, dan fi’il yang disandarkan kepada huruf wawu keadaannya adalah diawali dengan TA dan huruf YA, dan fi’il yang disandarkan kepada huruf YA  adalah yang didahului dengan huruf TA saja.

Dan contohnya : (يَقُوْمَانِ، وَتَقُوْمَانِ، وَيَقُوْمُوْنَ، وَتَقُوْمُوْنَ، وَتَقُوْمِيْنَ،) dan contoh-contoh itu disebut dengan af’alul khomsah.

 Oleh : Ustadz Syahidan Mukri (Bendahara Pesantren MAQI)

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Advertisment ad adsense adlogger