Menjaga Jarak dari Sikap Ujub
Manusia adalah makhluq ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam bentuk sebaik-baiknya, bila dibandingkan dengan binatang, manusia tentu lebih baik karena dibekali dengan akal, perasaan dan juga hati. Dan ketiga anugerah ini adalah anugerah terbesar yang tidak Allah berikan kepada binatang dan tumbuhan.
Di lain hal, Allah pula menjadikan kemampuan dari setiap manusia saling memiliki kelebihannya masing-masing, ada yang memiliki kelebihan dari pada tangannya, intelektualnya, dan juga pada lidahnya. Manusia lahir dengan membawa kemampuannya masing-masing.
Namun hal yang patut kita sadari bahwa adalah kelebihan tersebut bukanlah suatu hal yang harus dibanggakan, karena Allah tidak melihat kelebihan dari setiap orang sampai mereka memanfaatkannya dalam kebaikan dan ibadah.
Terkait dengan kelebihan tersebut, seorang muslim hendaknya waspada terhadap salah satu penyakit yang sering menyerang hati, terutama pada seseorang yang memiliki kelebihan kemampuan dibandingkan dengan yang lainnya yaitu penyakit ujub.
Ujub merupakan perbuatan yang hampir setara dengan sombong, dimana keduanya sama-sama mencelakakan pemiliknya. Sebagaimana perkataan Ibnu Mas’ud, bahwa keselamatan ada pada dua hal yaitu taqwa dan niat, sedangkan kecelakaan ada pada dua hal pula yaitu Putus Asa (dari rahmat Allah) dan Ujub (berbangga diri).
Imam Ibnul Mubarak rahimahullah pernah ditanya tentang pengertian ujub. Beliau menjawab,
أَنْ تَرَى أَنَّ عِنْدَكَ شَيْئًا لَيْسَ عِنْدَ غَيْرِكَ، وَلَا أَعْلَمُ فِي الْمُصَلِّينَ شَيْئًا شَرًّا مِنَ الْعُجْبِ
“Ujub adalah ketika engkau melihat ada kelebihan pada dirimu yang tidak dimiliki orang lain.” (Syu’ab al-Iman, Imam al-Baihaqi, No. 7910)
Kemudian imam Ghozali rahimahullah berkata:
العُجْب: هو اِسْتِعْظَامُ النِّعْمَةِ، وَالرُّكُوْنُ إِلَيْهَا، مَعَ نِسْيَانِ إِضَافَتِهَا إِلَى المُنْعِمِ
“Merasakan kelebihan pada diri dan condong terhadapnya tanpa melihat siapa yang memberikan kelebihan itu.”
Dilihat dari aspek hukum, ujub dikategorikan sebagai dosa besar Karena ujub adalah salah satu bentuk perbuatan syirik kepada Allah ‘azza wajalla. Tidak sedikit hadits yang menegaskan kewaspadaan seorang muslim dari perbuatan ujub, sebagaimana Rasulullah sabdakan,
ثَلاَثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
“Ada tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan; sifat kikir yang dituruti, hawa nafsu yang dituruti, dan takjub terhadap diri sendiri (ujub).” (HR. Al-Bazzar)
Keterangan pada hadits diatas jelas sekali, bahwa konsekwensi dari ujub adalah kebinasaan baik di dunia maupun di akhirat. Apabila kita lihat dalam sejarah, akan ada kisah serupa mengenai kekalahan yang dialami suatu kaum akibat dari ujub, sebagaimana kisah kaum muslimin pada perang hunain yang Allah abadikan dalam Al Qur’an,
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ فِيْ مَوَاطِنَ كَثِيْرَةٍۙ وَّيَوْمَ حُنَيْنٍۙ اِذْ اَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْـًٔا وَّضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْاَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُّدْبِرِيْنَۚ
Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di banyak medan perang, dan (ingatlah) Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah yang banyak itu) sama sekali tidak berguna bagimu, dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu, kemudian kamu berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang.(At Taubah:25).
Wallahu A’lam bis Showab.
Penulis : Ustadz A. Muslim Nurdin, S.Pd (Mudir Pesantren MAQI)