Musibah Membawa Pahala
Musibah Membawa Pahala
Dalam kehidupan, musibah adalah bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan manusia. Setiap insan pasti akan menghadapi ujian dalam berbagai bentuk, seperti kehilangan harta, sakit, kegagalan, hingga kehilangan orang tercinta. Namun, dalam pandangan Islam, musibah bukan semata-mata penderitaan, melainkan juga ladang pahala dan jalan menuju penghapusan dosa serta peningkatan derajat di sisi Allah.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ ١٥٥ اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ ١٥٦
- “Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar”.156 “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali)”.
Ayat ini menunjukkan bahwa musibah adalah bentuk ujian dari Allah, dan orang yang sabar dalam menghadapinya justru mendapatkan kabar gembira, yakni pahala dan rahmat dari-Nya. Kesabaran bukan hanya menahan diri dari keluhan, tetapi juga keikhlasan menerima takdir Allah dengan penuh harap dan tawakal.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاه
“Tidaklah seorang muslim itu ditimpa musibah baik berupa rasa lelah, rasa sakit, rasa khawatir, rasa sedih, gangguan atau rasa gelisah sampaipun duri yang melukainya melainkan dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosanya” (HR. Al-Bukhari, no. 5641 dan Muslim, no. 2573)
Hadits ini memberikan penguatan bahwa musibah yang menimpa seorang Muslim sejatinya adalah bentuk kasih sayang Allah. Melalui musibah, Allah membersihkan dosa-dosa hamba-Nya, bahkan dari hal kecil seperti tertusuk duri. Ini adalah bentuk karunia yang tidak tampak secara lahiriah, namun sangat berarti bagi kehidupan akhirat.
Musibah juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Saat dalam kesulitan, manusia cenderung lebih khusyuk dan ikhlas dalam berdoa, serta lebih banyak mengingat Tuhannya. Inilah hikmah yang besar: musibah melatih hati untuk bersandar hanya kepada Allah dan mengurangi ketergantungan kepada makhluk.
Lebih dari itu, orang yang sabar dalam menghadapi musibah akan mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Allah. Sebagaimana firman-Nya:
قُلْ يٰعِبَادِ الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوْا رَبَّكُمْۗ لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا فِيْ هٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌۗ وَاَرْضُ اللّٰهِ وَاسِعَةٌۗ اِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ ١٠
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa perhitungan. (QS. Az-Zumar: 10)
Ayat ini menunjukkan bahwa pahala atas kesabaran—termasuk dalam menghadapi musibah—tidak terbatas. Allah sendiri yang akan membalasnya dengan balasan yang luar biasa, yang tidak dapat dihitung dengan standar dunia.
Dengan demikian, seorang Muslim seharusnya tidak memandang musibah sebagai kutukan atau tanda kebencian Allah. Sebaliknya, musibah adalah bentuk ujian yang jika dihadapi dengan iman dan sabar, akan berbuah pahala besar, penghapusan dosa, dan peningkatan derajat. Di balik kesulitan, selalu ada rahmat Allah yang tersembunyi.
Penulis : Syahidan Mukri (Staff Pengurus Pesantren MAQI)