Bahasa Arab

Nā’ibul Fā‘il

Pengantar

Dalam ilmu nahwu, ketika sebuah kalimat kerja (jumlah fi‘liyyah) diubah ke bentuk pasif (fi‘il majhūl), pelaku perbuatan (fā‘il) tidak disebutkan. Pada kondisi ini, posisi fā‘il digantikan oleh nā’ibul fā‘il (نائب الفاعل). Memahami konsep nā’ibul fā‘il penting agar tidak keliru membaca dan menafsirkan teks Arab, terutama Al-Qur’an dan hadits.


Pengertian Nā’ibul Fā‘il

Secara bahasa, nā’ib berarti pengganti, sedangkan fā‘il berarti pelaku.
Secara istilah, nā’ibul fā‘il adalah isim marfū‘ yang menggantikan fā‘il setelah fi‘il diubah menjadi bentuk majhūl (pasif).

Contoh Dasar

  • Kalimat aktif (ma‘lūm):
    كَتَبَ الطَّالِبُ الدَّرْسَ
    Siswa menulis pelajaran.

  • Kalimat pasif (majhūl):
    كُتِبَ الدَّرْسُ
    Pelajaran telah ditulis.

Pada contoh kedua, الدَّرْسُ menjadi nā’ibul fā‘il dan berstatus marfū‘.


Dalil dari Al-Qur’an

Allah ﷻ berfirman:

وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
“Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.” (An-Nisā’: 28)

Dalam ayat ini:

  • خُلِقَ adalah fi‘il majhūl,

  • الْإِنْسَانُ adalah nā’ibul fā‘il, karena ia yang “mengalami” perbuatan penciptaan.


Cara Membentuk Fi‘il Majhūl

Agar nā’ibul fā‘il muncul, fi‘il harus diubah ke bentuk majhūl dengan kaidah berikut:

1. Fi‘il Māḍī (Lampau)

  • Huruf pertama diberi ḍammah,

  • Huruf sebelum terakhir diberi kasrah.

Contoh:
كَتَبَ → كُتِبَ
خَلَقَ → خُلِقَ

2. Fi‘il Muḍāri‘ (Sekarang/Akan Datang)

  • Huruf pertama diberi ḍammah,

  • Huruf sebelum terakhir diberi fatḥah.

Contoh:
يَكْتُبُ → يُكْتَبُ
يَفْتَحُ → يُفْتَحُ


I‘rāb Nā’ibul Fā‘il

Nā’ibul fā‘il selalu berstatus marfū‘, sama seperti fā‘il. Tanda rafa‘-nya mengikuti bentuk katanya:

Bentuk Isim Tanda Rafa‘ Contoh
Isim mufrad ḍammah كُتِبَ الدَّرْسُ
Isim tatsniyah alif كُتِبَ الدَّرْسَانِ
Jamak mudzakkar sālim wāw كُرِّمَ المُجَاهِدُونَ
Asmā’ al-khamsah wāw أُكْرِمَ أَبُوكَ

Perbedaan Fā‘il dan Nā’ibul Fā‘il

Aspek Fā‘il Nā’ibul Fā‘il
Jenis kalimat Fi‘il ma‘lūm Fi‘il majhūl
Fungsi Pelaku perbuatan Pengganti pelaku
I‘rāb Marfū‘ Marfū‘
Contoh كَتَبَ الطَّالِبُ كُتِبَ الدَّرْسُ

Kapan Menggunakan Nā’ibul Fā‘il

Penggunaan nā’ibul fā‘il biasanya untuk:

  1. Tidak menyebut pelaku, karena sudah diketahui atau tidak penting disebutkan.

  2. Menekankan objek perbuatan, bukan pelakunya.

  3. Menjaga adab bahasa, terutama ketika pelaku tidak pantas disebutkan.


Dalil Hadits

Rasulullah ﷺ bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah رضي الله عنه:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa melepaskan satu kesulitan dari seorang mukmin, Allah akan melepaskan satu kesulitan darinya pada hari Kiamat.” (HR. Muslim)

Dalam hadits ini, bentuk pasif sering digunakan dalam penjelasan para ulama untuk menekankan akibat perbuatan, bukan pelaku secara spesifik.


Atsar Ulama

Imam Ibn Hishām رحمه الله berkata dalam Qawā‘id al-I‘rāb:

نائب الفاعل هو المفعول الذي رُفِع بعد حذف الفاعل وبناء الفعل للمجهول

“Nā’ibul fā‘il adalah maf‘ūl yang diangkat (menjadi marfū‘) setelah fā‘il dihilangkan dan fi‘il dibangun dalam bentuk majhūl.”


Kesimpulan

Nā’ibul fā‘il adalah isim marfū‘ yang menggantikan fā‘il ketika fi‘il diubah ke bentuk pasif (majhūl). Ia memiliki kedudukan penting dalam kalimat fi‘liyyah dan membantu penutur bahasa Arab menekankan peristiwa atau objek perbuatan tanpa menyebutkan pelakunya.

Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc

Facebook Comments

Pesantren MAQI

Lembaga Bahasa Arab dan Studi Islam

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Advertisment ad adsense adlogger