Tsaqafah

Siapa yang layak menegakan Amar Ma’ruf Nahyi Munkar itu?

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita mendengar istilah “Amar Ma’ruf Nahyi Munkar” terutama di lingkungan yang mayoritas penduduknya beragama islam. Istilah “Amar Ma’ruf Nahyi Munkar” ini sering kita artikan dengan “memerintahkan kepada kebajikan dan melarang kepada kemunkaran/perbuatan munkar”. Nah sahabat MAQI PEDULI insya allah pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang tema tersebut.

Pada istilah “Amar Ma’ruf Nahyi Munkar” terdapat dua kata yang harus dipahami yaitu kata “Ma’ruf” dan kata “Munkar”, dari sinilah kita akan mengetahui makna dari istilah tersebut. Kata ma’ruf merupakan isim maf’ul dari wajan عرف-يعرف yang memiliki arti yang diketahui, sedangkan munkar merupakan isim maf’ul dari wajan انكر-ينكر yang memiliki arti yang di ingkari atau yang tidak dikenal. Dari mufrodat-mufrodat tersebut kita akan mengetahui bahwa makna dari Ma’ruf dan Munkar sebagai berikut :

  • Ma’ruf: Semua jenis perbuatan yang diketahui oleh akal atau oleh syariat akan kebaikannya; dan disebut dengan “perbuatan baik”.
  • Munkar: Semua jenis perbuatan yang tidak diketahui atau diingkari oleh akal atau oleh syariat akan kebaikannya; dan disebut dengan “perbuatan buruk”.

Dari definisi tersebut maka  bisa disimpulkan bahwa perbuatan ma’ruf adalah perbuatan baik yang kebaikannya diketahui dengan salah satu dari dua jalan. Pertama, diketahui oleh akal pikiran yang sehat. Kedua, diketahui melalui dalil-dalil syar’i yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw. Oleh karenanya, ma’ruf meliputi semua jenis kebaikan yang ada, baik ada dalilnya dari al-Qur’an dan al-hadits, atau hanya berdasar pikiran manusia semata. Sedangkan perbuatan munkar adalah sebaliknya yaitu perbuatan buruk yang keburukannya diketahui dengan dua jalan pula. Pertama, diketahui oleh akal bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan buruk. Kedua adalah adanya larangan dari syari’at akan perbuatan tersebut.

Lalu untuk sipakah perintah amar ma’ruf nahyi munkar? Untuk mengetahui jawaban tersebut mari simak QS. Ali Imran ayat 104.

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ۝١٠٤

“Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imran : 104).

Pada ayat ini Allah memerintahkan orang mukmin agar mengajak manusia kepada kebaikan, menyuruh perbuatan makruf, dan mencegah perbuatan mungkar. Dan hendaklah di antara kamu, orang mukmin, ada segolongan orang yang secara terus-menerus menyeru kepada kebajikan yaitu petunjuk-petunjuk Allah, menyuruh (berbuat) yang makruf yaitu akhlak, perilaku dan nilai-nilai luhur dan adat istiadat yang berkembang di masyarakat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, dan mencegah dari yang mungkar, yaitu sesuatu yang dipandang buruk dan diingkari oleh akal sehat. Sungguh mereka yang menjalankan ketiga hal tersebut mempunyai kedudukan tinggi di hadapan Allah dan mereka itulah orang-orang yang beruntung karena mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.

Dalam tafsir tahlili dijelaskan bahwa untuk mencapai maksud tersebut perlu adanya segolongan umat Islam yang bergerak dalam bidang dakwah yang selalu memberi peringatan, bilamana tampak gejala-gejala perpecahan dan penyelewengan. Karena itu pada ayat ini diperintahkan agar di antara umat Islam ada segolongan umat yang terlatih di bidang dakwah yang dengan tegas menyerukan kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf (baik) dan mencegah dari yang mungkar (maksiat). Dengan demikian umat Islam akan terpelihara dari perpecahan dan infiltrasi pihak manapun. Menganjurkan berbuat kebaikan saja tidaklah cukup tetapi harus dibarengi dengan menghilangkan sifat-sifat yang buruk. Siapa saja yang ingin mencapai kemenangan, maka ia terlebih dahulu harus mengetahui persyaratan dan taktik perjuangan untuk mencapainya, yaitu kemenangan tidak akan tercapai melainkan dengan kekuatan, dan kekuatan tidak akan terwujud melainkan dengan persatuan. Persatuan yang kukuh dan kuat tidak akan tercapai kecuali dengan sifat-sifat keutamaan. Tidak terpelihara keutamaan itu melainkan dengan terpeliharanya agama dan akhirnya tidak mungkin agama terpelihara melainkan dengan adanya dakwah. Maka kewajiban pertama umat Islam itu ialah menggiatkan dakwah agar agama dapat berkembang baik dan sempurna sehingga banyak pemeluknya. Dengan dorongan agama akan tercapailah bermacam-macam kebajikan sehingga terwujud persatuan yang kukuh kuat. Dari persatuan yang kukuh kuat tersebut akan timbullah kemampuan yang besar untuk mencapai kemenangan dalam setiap perjuangan. Mereka yang memenuhi syarat-syarat perjuangan itulah orang-orang yang sukses dan beruntung.

Amar ma’ruf nahi munkar hukumnya adalah fardhu kifayah, artinya bila sudah ada sebagian orang yang melaksanakan maka gugurlah kewajiban tersebut atas orang lainnya, tetapi bila tidak ada yang mengerjakan dan semua orang meninggalkan, maka dosalah semua orang yang tidak udzur. Amar ma’ruf terkadang menjadi fardhu ‘ain, misalnya ketika ia melihat kemunkaran sedangkan tidak ada yang melihatnya kecuali dia, atau tidak mungkin hilang kecuali dia yang mencegahnya, atau tatkala melihat istrinya atau anaknya berada dalam kemunkaran.

Menurut para ulama, kewajiban amar ma’ruf nahi munkar tidaklah gugur dengan persangkaan tidak adanya perubahan. Sebab yang wajib baginya adalah amar ma’ruf nahi munkar, bukan hilangnya kemunkaran. Allah swt berfirman:

قُلْ اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَۚ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَّا حُمِّلْتُمْۗ وَاِنْ تُطِيْعُوْهُ تَهْتَدُوْاۗ وَمَا عَلَى الرَّسُوْلِ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ

“Katakanlah, “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul. Jika kamu berpaling, sesungguhnya kewajiban Rasul (Nabi Muhammad) hanyalah apa yang dibebankan kepadanya dan kewajiban kamu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu. Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas.” (QS.An-Nur : 54).

Bukan merupakan persyaratan bahwa pelaku amar ma’ruf nahi munkar adalah seseorang yang telah sempurna keadaannya dalam melaksanakan apa yang dia serukan atau menjauhi apa yang dia larang. Bahkan, hendaknya ia beramar ma’ruf sekalipun ia masih bertentangan dengan apa yang ia serukan, karena ada dua kewajiban atasnya, pertama memerintahkan dirinya sendiri, kedua menyuruh orang lain. Barang siapa mengerjakan salah satu dari keduanya tidaklah menggugurkan yang lain.

Penulis: Ustadz Syahidan (Staff Pengajar Pesantren MAQI)

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.