Tsaqafah

Pesan dan Nasihat.. “KH. Hasan Abdullah Sahal”

Pesan dan Nasihat..
“KH. Hasan Abdullah Sahal”
1. Kalau pondok ingin berkembang dan maju, maka pimpinan, pengasuh harus fokus pada santri dan pesantrennya, dan harus punya “sibghoh” ke-kiai-an.
2. Berdasarkan pengalaman Gontor dan pengamatan puluhan tahun terhadap pondok-pondok alumni maka sebaiknya untuk para Kiai pesantren:
– Kiai jangan di bawah Yayasan
– Kiai jangan nyambi PNS
– Guru-guru jangan pula nyambi PNS
– Kiai jangan banyak kegiatan di luar (dakwah, gerakan politik praktis, dan bisnis)
– Kiai harus mengajar santri
– Kiai jangan magang Bupati/legislatif
– Kiai jangan ikutan partai
– Rumah Kiai jangan kelihatan megah seperti istana, kalau perlu tidak lebih baik daripada asrama santri
– Keuangan administrasi pondok harus profesional, jangan dipegang Bu Nyai.
3. Kecepatan kemajuan pondok diantaranya adalah sesuai kadar diwakafkannya, juga kadar keikhlasannya. Bila statusnya wakaf 100% dan ditunjang keikhlasan yang tinggi, Insya Allah akan berkembang dan maju. Tetapi, jika setengah-setengah, maka setengah-setengah pula perkembangan dan kemajuannya.
4. Pondok bukan lembaga pergerakan praktis, akan tetapi lembaga pendidikan. Fokus mendidik dan mengasuh anak-anak dan menyiapkan mereka untuk menjadi “mundzirul qaum”.
Maka, anak-anak harus dididik “tafaqquh fid-din” (mendalami ilmu agama) di pondok supaya bisa menjadi “mundzirul qaum” (penyeru umat). Sebab, sekarang ini yang terjadi “mundzirul qaum” nya “ghoiru mutafaqqih fid-din”. Ini kecelakan besar untuk umat dan bangsa. Kalau pondok meninggalkan sibghoh ini sebagai tempat “tafaqquh fid-din” lalu siapa yang akan mengambil peran ini?
5. Di pondok itu Kiai mendidik kehidupan, bukan sekedar mengatur kehidupan. Mengatur kehidupan itu seperti menejer, direktur, yang penting ada sistem dan SOP tinggal jalankan.
Akan tetapi mendidik kehidupan itu ketekunan, keikhlasan, keteladanan dan keterpanggilan yang dilandasi oleh nilai-nilai, jiwa, falsafah hidup dan sakralitas.
Bukan sekedar mengatur bagaimana santri makan, tidur dan sekolah, akan tetapi mendidik mereka cara makan yang benar, cara tidur yang benar, cara belajar yang benar dengan niat dan orientasi yang lurus. Dan itu bukan sekedar diomongkan, tetapi diteladankan. Itulah mendidik.
6. Di pondok itu jangan berfikir apa dan berapa yang didapat: saya dapat apa? keluarga dan anak saya dapat apa? fasilitas apa? itu namanya sampah perjuangan. Yang berlaku di pondok adalah: apa yang bisa aku lakukan untuk santri dan pesantren?
Tidak ada transaksi materialistik, tidak ada kontrak-kontrakan, karena semua yang di pondok ini berangkatnya dari keterpanggilan. Bukan mencari pekerjaan, bukan mencari popularitas!
Give, give and give! Itu yang berlaku di pondok. Bukan take and give! Apalagi take, take and take. Itu sampah perjuangan. Sampah kehidupan..!


*10 April 2016

Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat (Musyrif Aam Pesantren MAQI)

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.