Ikhlas dan Ittiba’ sebagai Inti Uluhiyyah
Pendahuluan
Tauhid Uluhiyyah adalah memurnikan seluruh ibadah hanya kepada Allah ﷻ. Dua pilar utama yang menjadi fondasi tegaknya tauhid ini adalah ikhlas dan ittiba’. Ibadah tidak akan diterima kecuali memenuhi dua syarat tersebut: dilakukan dengan hati yang ikhlas hanya untuk Allah ﷻ dan mengikuti tuntunan Rasulullah ﷺ. Tanpa keduanya, amal menjadi tertolak meski tampak besar dan berat.
Ikhlas sebagai Fondasi Utama Tauhid
Definisi Ikhlas
Ikhlas berarti memurnikan niat dalam ibadah hanya karena Allah ﷻ, tidak berharap pujian manusia, balasan dunia, atau tujuan selain keridaan Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman:
وَمَآ اُمِرُوْا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ
“Dan mereka tidak diperintahkan kecuali agar beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya.” (Al-Bayyinah: 5).
Ayat ini menunjukkan bahwa ikhlas adalah inti dari perintah ibadah.
Hadits tentang Ikhlas
Rasulullah ﷺ bersabda dari Umar bin Al-Khaththab رضي الله عنه:
اِنَّمَا الْاَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menjadi dasar bahwa setiap amal, sekecil apa pun, baru bernilai ketika diniatkan hanya untuk Allah ﷻ.
Bahaya Tidak Ikhlas
Orang yang beribadah untuk pujian manusia disebut riya’, dan ini termasuk syirik kecil.
Rasulullah ﷺ bersabda dari Mahmud bin Labid رضي الله عنه:
اَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ… الرِّيَاءُ
“Yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil… yaitu riya’.” (HR. Ahmad, shahih menurut Al-Albani).
Riya’ merusak amal dan meniadakan nilai ibadah.
Ittiba’ sebagai Syarat Diterimanya Ibadah
Definisi Ittiba’
Ittiba’ berarti mengikuti Rasulullah ﷺ dalam seluruh bentuk ibadah, baik dalam tata cara, waktu, maupun adabnya. Tidak boleh beribadah dengan cara yang tidak dicontohkan oleh beliau ﷺ.
Allah ﷻ berfirman:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ
“Katakanlah: Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian.” (Ali Imran: 31).
Ittiba’ adalah bukti cinta kepada Allah ﷻ dan satu-satunya jalan meraih cinta-Nya.
Hadits tentang Ittiba’
Rasulullah ﷺ bersabda dari Aisyah رضي الله عنها:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هٰذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan (agama) kami ini yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menegaskan bahwa amal yang tidak sesuai sunnah akan ditolak oleh Allah ﷻ.
Bahaya Tidak Ittiba’
Melakukan ibadah tanpa tuntunan termasuk bid’ah, dan bid’ah merupakan kesesatan.
Rasulullah ﷺ bersabda dari Jabir رضي الله عنه dalam khutbah beliau ﷺ:
وَشَرَّ الْاُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim).
Tanpa ittiba’, ibadah kehilangan nilai dan terancam tertolak.
Ikhlas dan Ittiba’: Dua Syarat yang Tidak Terpisahkan
Para ulama menyatakan bahwa ibadah tidak diterima kecuali memenuhi dua syarat:
-
Ikhlas – ibadah dilakukan murni untuk Allah ﷻ.
-
Ittiba’ – ibadah sesuai tuntunan Rasulullah ﷺ.
Jika salah satu hilang, maka ibadah tidak diterima.
Contohnya:
-
Orang yang ikhlas tetapi ibadahnya tidak sesuai sunnah → amal tertolak.
-
Orang yang mengikuti sunnah tetapi tidak ikhlas → amal tidak bernilai.
Gabungan keduanya menghasilkan ibadah yang benar dan diterima.
Penerapan Ikhlas dan Ittiba’ dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Shalat
Ikhlas untuk Allah ﷻ, dan dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah ﷺ dalam gerakan, bacaan, dan waktunya.
2. Sedekah
Diniatkan untuk mencari rida Allah ﷻ, bukan pujian, dan dilakukan sesuai adab syariat.
3. Dzikir
Harus dilakukan dengan dzikir yang diajarkan Rasulullah ﷺ, bukan bacaan-bacaan yang tidak ada tuntunannya.
4. Membaca Al-Qur’an
Diniatkan sebagai ibadah, bukan untuk sekadar ritual budaya atau acara tertentu.
Penutup
Ikhlas dan ittiba’ adalah dua pilar utama Uluhiyyah yang menegakkan tauhid seorang hamba. Tanpa keduanya, ibadah tidak akan memiliki nilai di sisi Allah ﷻ. Seorang Muslim harus senantiasa menjaga niatnya tetap ikhlas dan selalu memastikan ibadahnya sesuai sunnah Rasulullah ﷺ, agar amalnya diterima dan mendekatkannya kepada Allah ﷻ.
Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc
![]() |
|


