Ushul Fiqih

Tujuan Mempelajari Ushul Fiqih

Secara umum tujuan Ushul Fiqh adalah untuk mengetahui dalil-dalil penetapan hukum syara’ tentang perbuatan orang mukallaf, seperti hukum wajib, haram, mubah, sah atau tidaknya sesuatu perbuatan dan lain-lain.

Tujuan yang hendak dicapai dari ilmu Ushul Fiqh ialah untuk dapat menetapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara’ yang terinci agar sampai kepada hukum-hukum syara’ yang bersifat amali, yang ditunjuk oleh dalil-dalil itu, dalam kaidah Ushul serta bahasanya itu dapat dipahami nash-nash syara’ dan hukum yang terkandung di dalamnya.

Para ulama Ushul Fiqh sepakat bahwa Ushul Fiqh merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan hukum-hukum Allah sebagaimana yang di kehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya, bahkan yang berkaitan dengan masalah akikah, ibadah, mua’malah, maupun akhlak. Dengan kata lain, Ushul Fiqh bukanlah sebagai tujuan melainkan sebagai metode, sarana atau alat.

Sebagai contoh dalam hal ini penetapan hukum asal dari larangan itu hukumnya haram, yang terdapat pada Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 168 :

يَٰآ يُّـهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِي الأّرْضِ حَلٰلاً طَيِّـبًا وَلاَ تَتـَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطٰنِ قلى اِنَّه لَكُـمْ عَدُوٌّ مُّـبِيْنٌ

“hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah : 168)

Ayat diatas adalah perintah yang hukumnya wajib bagi seluruh umat Islam untuk memakan harta yang halal dan bergizi. Lalu, pada ayat tersebut terdapat kalimat yang artinya “Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan”. Kalimat itu adalah larangan maka haram hukumnya bagi orang yang beriman mengikuti pola hidup dengan sistem yang dibentuk dan dibangun oleh setan. Kaitannya dengan makanan yang dimaksud dengan pola hidup setan adalah menikmati harta benda hasil korupsi, manipulasi, menipu, merampok, dan bentuk kejahatan lainnya.

Sedangkan contoh yang ada pada hadis Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sebagai berikut

فُرِضَتِ الصَّلاَةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ لَيْلَةَ اُسْرِيَ بِهِ خَمْسِيْنَ ثُـمَّ نُـقِصَتْ حَتَّى جُعِلَتْ خَمْسًا ثُـمَّ نُوْدِيَ , يَا مُحَمَّدُ , اِنَهُ لاَ يُـبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ , وَاِنَّ لَكَ بِـهٰذِهِ الخَمْسِ خَمْسِيْنَ

“Telah difardhukan shalat kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Pada malam Isra’ sebanyak lima puluh kali, kemudian dikurangi hingga lima kali, kemudian Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Dipanggil, “Hai Muhammad, keputusan-Ku tidak dapat diganggu gugat, dan dengan shalat lima waktu ini, engkau tetap memperoleh pahala sebanyak lima puluh kali.” (HR. Ahmad, Imam An-Nasa’i, Imam Tirmidzi dan dinyatakan hadis ini shahih)

Dengan hadis tersebut, asal dari hukum wajib itu adalah perintah dari Allah Subhanahu Wata’ala tentang shalat lima waktu, yang didapat oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pada perjalanan malam Isra’. Kaitannya dengan shalat lima waktu, Al-Qur’an menjelaskan dalam surat Al-Isra ayat 78 :

اَقِمِ الصَّلٰوةَ لِدُ لُوْكِ الشَّمْسِ اِلٰى غَشَقِ الَّيْلِ وَقُرْاٰنِ الْفَجْرِ ج  اِنَّ قُرْاٰنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوْدًا

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS Al-Isra : 78)

Pada ayat diatas terdapat kata (أقم) yang merupakan fi’il amr, maka kaidah Ushul Fiqhnya pun sama dengan kata (فرض) (fardhu), yaitu kata kerja perintah. Ayat tersebut menetapkan kewajiban shalat ketika matahari tergelincir, yakni dhuhur dan ashar, kemudian shalat ketika matahari terbenam menuju gelap, yakni maghrib dan isya’, serta shalat fajar yakni shalat subuh. Demikian yang dimaksud shalat wajib lima waktu yang telah diperintahkan oleh Allah kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. dan seluruh umatnya.

 

Kegunaan Ushul Fiqih

Ushul Fiqh berguna untuk mengeluarkan ketentuan atau ketetapan hukum dari sumber hukum Islam, yakni Al-Qur’an, melalui penerapan kaidah-kaidah Ushul yang berlaku. Dengan memahami Ushul Fiqh dan penerapannya, kaum muslimin akan terhindar dari sikap taqlid dan fanatisme madzhab.

Ushul Fiqh adalah metode penetapan hukum yang berguna untuk mengeluarkan dalil-dalil bagi perbuatan mukallaf dan menetapkan hukumnya melaksanakan suatu perintah yang bersangkutan.

Dari uraian di atas bisa disimpulkan fungsi dari ilmu Ushul Fiqh sebagai berikut:

  1. Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, agar mampu menggali hukum syara’ secara tepat.
  2. Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum syara’ memalui berbagai metode yang dikembangkan oleh para mujtahid, sehingga dapat memecahkan berbagai persoalan baru yang muncul.
  3. Memelihara agama dari penyimpangan dan penyalahgunaan sumber dan dalil hukum. Ushul Fiqh menjadi tolak ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad,
  4. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil yang mereka gunakan.

 

Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat (Musyrif Aam Pesantren MAQI)

Facebook Comments

Pesantren MAQI

Lembaga Bahasa Arab dan Studi Islam

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.