Risalah Mimpi (1)
Mempelajari Tafsir Mimpi, Bolehkah ?
Mimpi adalah suatu peristiwa yang terjadi pada seseorang dialam bawah sadarnya yaitu seperti tidur atau pingsan. Didalam islam mimpi tidak sekedar buah tidur seseorang, akan tetapi mimpi memiliki kategori lebih dari itu.
Dalam suatu hadits, mimpi-mimpi tertentu dapat dinyatakan sebagai sebuah pemberitaan yang diberikan langsung oleh Allah SWT kepada hamba-Nya. Dan juga dapat dikategorikan sebagai bisikan hati ataupun media bagi syetan untuk menakut-nakuti seseorang.
Bahkan didalam Al Qur’an telah banyak kisah-kisah yang membicarakan masalah mimpi-mimpi yang dialami para nabi, khususnya seperti mimpi Nabi Ibrahim yang menyembelih anaknya dan juga mimpi Nabi Yusuf melihat para bintang bersujud padanya.
Jadi pembahasan tentang mimpi didalam islam bukanlah suatu hal yang tabu untuk dibicarakan, namun diperlukan ilmu dan juga mengetahui batasan-batasan waktu kapan dibolehkannya seseorang membicarakan mimpinya tersebut.
Didalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasannya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الرؤيا ثلاث حديث النفس وتخويف الشيطان وبشرى من الله
“Mimpi itu ada tiga macam: bisikan hati, teror dari syetan, dan kabar gembira dari Allah.” (HR. Bukhari 7017)
Penjelasan tentang hadits diatas, bahwa mimpi yang pertama datang dari bisikan hati, artinya mimpi yang dialami seseorang itu datang karena adanya dorongan dari kemauan hati orang tersebut datang dari kemauan dan perasaannya, seperti halnya si fulan yang bermimpi melihat dirinya menikah dengan si fulanah, dikarenakan adanya perasaan dan keinginan dari si fulan terhadap si fulanah, maka timbulah mimpi tersebut.
Mimpi yang kedua yaitu datang dari bisikan syetan, maksudnya setan menggunakan tipu daya dan kemampuannya untuk bisa mempengaruhi seseorang dalam tidurnya, sebagaimana kaitannya dalam hadits lain dikatakan bahwa syetan memasuki manusia dalam aliran darahnya, hal ini mungkin memicu kemampuannya untuk mempengaruhi mimpi manusia juga, tujuannya adalah untuk mengganggu pikiran seorang muslim sehingga dia tidak dapat khusyu’ didalam ibadahnya. Yang kedua adalah untuk menyesatkan orang-orang yang dangkal ilmu islamnya, seperti mimpi menjadi seorang wali dan didatangi seorang yang mengaku Nabi, kemudian dihalalkan baginya segala perbuatan maksiat.
Kemudian mimpi yang ketiga yaitu mimpi yang membawa kabar gembira dari Allah, mimpi seperti ini mungkin memiliki banyak gambaran, walaupun demikian mimpi yang merupakan kabar gembira dari Allah merupakan mimpi yang dapat meningkatkan ketaqwaan seseorang, atau dapat menjadikan dia lebih condong terhadap urusan akhirat. Sebagaimana mimpi indah hidup datang dan didekatkan dengan Al Qur’an di malam Lailatul Qodar, atau mimpi melihat Hadhrah Nabi Muhammad Shallallahu A’laihi wa Sallam.
Wallahu A’lam Bis Showab.
Penulis : Ustadz A. Muslim Nurdin, S.Pd (Mudir Pesantren MAQI)