Ikhlas dalam Beribadah
Makna Ikhlas dalam Islam
Ikhlas adalah memurnikan niat dalam setiap ibadah hanya untuk Allah ﷻ, tanpa mengharapkan pujian, sanjungan, atau balasan dari manusia. Ikhlas merupakan inti dari seluruh amal ibadah dan menjadi syarat utama diterimanya amal di sisi Allah ﷻ. Tanpa ikhlas, amal yang tampak besar dapat menjadi sia-sia.
Allah ﷻ berfirman:
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَۗ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, serta mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah: 5)
Ayat ini menegaskan bahwa ikhlas adalah dasar seluruh perintah ibadah dalam Islam.
Ikhlas sebagai Syarat Diterimanya Amal
Amal ibadah tidak akan diterima kecuali jika dilakukan dengan ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah ﷺ. Ikhlas menjadikan amal bernilai di sisi Allah ﷻ meskipun tampak kecil di mata manusia.
Allah ﷻ berfirman:
قُلْ اِنِّيْٓ اُمِرْتُ اَنْ اَعْبُدَ اللّٰهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّيْنَ
“Katakanlah: Sesungguhnya aku diperintahkan agar menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam beragama.” (Az-Zumar: 11)
Ayat ini menunjukkan bahwa keikhlasan adalah perintah langsung dari Allah ﷻ kepada Nabi Muhammad ﷺ dan seluruh umatnya.
Bahaya Riya’ dalam Ibadah
Riya’ adalah lawan dari ikhlas, yaitu melakukan ibadah untuk dilihat dan dipuji oleh manusia. Riya’ termasuk syirik kecil yang sangat berbahaya karena dapat menghapus pahala amal.
Allah ﷻ berfirman:
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ اَلَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ اَلَّذِيْنَ هُمْ يُرَآءُوْنَ
“Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’.” (Al-Ma’un: 4–6)
Ayat ini memperingatkan bahwa shalat sekalipun bisa menjadi sebab kebinasaan jika dilakukan tanpa keikhlasan.
Ikhlas dalam Dakwah dan Amal Sosial
Ikhlas tidak hanya diperlukan dalam ibadah ritual, tetapi juga dalam dakwah, sedekah, dan seluruh amal kebaikan. Amal yang dilakukan karena Allah ﷻ akan diberkahi dan dilipatgandakan pahalanya.
Allah ﷻ berfirman:
وَمَا تُنْفِقُوْنَ اِلَّا ابْتِغَآءَ وَجْهِ اللّٰهِۗ وَمَا تُنْفِقُوْنَ مِنْ خَيْرٍ يُّوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ
“Dan apa pun yang kamu infakkan hanyalah untuk mencari keridaan Allah. Dan apa pun kebaikan yang kamu infakkan, niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi.” (Al-Baqarah: 272)
Ayat ini menegaskan bahwa niat yang benar menjadi sebab diterimanya amal dan sempurnanya balasan dari Allah ﷻ.
Hadits tentang Keutamaan Ikhlas
Rasulullah ﷺ bersabda dari Umar bin Al-Khaththab رضي الله عنه:
اِنَّمَا الْاَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوٰى
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menjadi kaidah agung dalam Islam yang menegaskan bahwa nilai amal ditentukan oleh niat dan keikhlasan hati.
Penutup
Ikhlas dalam beribadah adalah ruh dari seluruh amal saleh. Dengannya, amal yang sedikit menjadi bernilai besar, dan tanpanya amal yang banyak bisa menjadi sia-sia. Al-Qur’an dan Sunnah mengajarkan agar seorang muslim senantiasa memperbaiki niat, memurnikan tujuan, dan hanya mengharapkan keridaan Allah ﷻ dalam setiap ibadah dan kebaikan yang dilakukan.
Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc
![]() |
|


