Tsaqafah

Di Antara Dua Cinta

          Wajah pemuda itu terlihat kuyu. Sorot matanya memperlihatkan rona kesedihan. Terlihat ia menarik napas panjang.
Sesekali, ia menutup muka dengan kedua tangannya. Lintasan peristiwa-peristiwa yang dialaminya datang silih berganti. Semua terlihat tak beraturan, serba kusut.
       Peristiwa yang dialaminya beberapa saat lalu, benar-benar membuat jiwanya terpukul. Wanita yang sekian lama mengisi relung-relung batinnya, ternyata tidak sedikit pun mau membalas cinta sang pemuda. Surat balasan yang ia terima telah merubah keriangannya, rasa optimis, dan kebahagiaannya menjadi rasa pesimis dan kesedihan.
      harapan menggunung yang memompa ebergi kehidupannya seakan hilang oleh sebuah surat yang begitu halus bahasanya, tapi menohok arti dan maknanya. Beberapa saat ia termenung.Setelah sekian lama, kesadaran sang pemuda berangsur-angsur pulih. Pikirannya mulai bergeser. Ia berusaha merenungi makna cinta yang sebenarnya. Teringat pula kata-kata bijak dari sang guru yang amat ia hormati.
      “Peganglah kata-kata ini,” ujar sang guru. “kalau kamu berkorban demi makhluk, maka belum tentu makhluk itu mau berkorban untukmu. Kalo kamu mencintai makhluk, belum tentu ia mau membalas cintamu. Bahkan, ia akan memperbudakmu. Kalo kamu menangis dan merengek minta cinta makhluk, maka yakinlah makhluk itu akan menertawakan dan menghinakanmu. Dan ketahuilah, andai kamu berbuat hanya karena makhluk, maka ketahuilah bahwa perbuatanmu itu hanya akan membawa kesia-siaan yang berakhir dengan penyesalan”.
       “Bila kamu tidak ingin diperbudak cinta Alloh. Bila kamu mencintainya maka ia pun akan membalas cintanya. bila kamu menangis dan merengek meminta cintanya, maka yakinlah Ia akan memberikan limpahan cintanya lebih dari yang kamu minta. Bila kamu sudi berbuat sesuatu untuk-Nya, maka berbahagialah karena ia akan semua yang kamu lakukan dengan sesuatu yang tidak kamu bayangkan sebelumnya.”
       “Tidakah kamu malu mengejar-ngejar dan mengharap cinta makhluk yang teramat kerdil, dengan mengabaikan besarnya cinta dari Ia yang selalu mengasihimu? Tidakah pula kamu berpikir bahwa dengan mendapatkan cinta-Nnya kamu akan kekal dalam kebahagiaan, bukan kebahagiaan yang semu? kamu pun akan merasakan indahnya perjuangan yang hakiki bila berusaha mangejar cinta-Nya. Bukankah perjuangan hampa dan tanpa makna yang akan kamu dapatkan andai mengejar cinta makhluk? Berpikirlah secara jernih. Kendalikan hati dan perasaanmu. Dan, berusahalah bertindak dewasa. Insya Alloh hatimu akan condong mengejar cinta-Nya.”
      Kata-kata hikmah dari sang guru, perlahan tapi pasti mulai membangkitkan kembali energi dan semangat hidup si pemuda. Ia pun bergumam,
     “Ya Alloh betapa lelah dan tersiksanya diriku. Ampunilah aku yang sering menyepelekan cinta-Mu dan mengejar cinta makhluk-Mu yang dho’if. Terima kasih ya Alloh, Engkau telah menetapkan sesuatu yang teramat baikku. Mungkin aku menganggap ia adalah yang terbaik bagiku. Tapi Engkau mengetahui bahwa ia tidak akan baik bagiku. Terima kasih ya Alloh dan bahagiakanlah ia bersama yang lain.(MQ).***
Penulis : Ustadz A. Muslim Nurdin, S.Pd (Mudir Pesantren MAQI)
Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Advertisment ad adsense adlogger