Hadits

Hadis Bab Shalat

KITAB SHALAT

  1. Bab Sifat Shalat Nabi

Dalam kitab Taisirul ‘Alam yang merupakan syarah dari matan ‘Umdatul Ahkam didalam bab shalat menjelaskan beberapa sifat-sifat shalat Nabi yang tentunya bersumber dari hadits-hadits yang shahih. Dalam kitab tersebut juga disebutkan secara lengkap bagaimana tata cara Rasulullah Shalat dari takbir sampai salam, namun pada kesempatan kali ini penulis hanya akan menyampaikan sebagian saja.

Rasulullah SAW pernah bersabda: صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّي (رواه البخاري) “Shalatlah kalian sebagaimana melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)

Oleh karena itu wajib bagi kita selaku umatnya untuk mengikuti secara sempurna apa yang Rasul contohkan, tentu sebelum mengikutinya kita perlu mengetahui dulu apa saja dan bagaimana Nabi dalam mendirikan shalat. Oleh karena itu dibawah ini akan dijelaskan bagaimana sifat shalat Nabi yang tentu perlu kita ketahui agar dapat menjadi ilmu yang kokoh dan pengamalan yang sesuai. Diantara sifat-sifatnya adalah sebagai berikut;

 

Hadits-Hadits:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَبَّرَ فِي الصَّلَاةِ سَكَتَ هُنَيَّةً قَبْلَ أَنْ يَقْرَأَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي أَرَأَيْتَ سُكُوتَكَ بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةِ مَا تَقُولُ قَالَ أَقُولُ اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ (رواه المسلم)

Dari Abu Hurairah dia berkata; Apabila Rasulullah ﷺ bertakbir ketika shalat, maka beliau diam sejenak sebelum membaca Al-Fatihah, lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku, apa yang engkau baca saat engkau diam antara takbir dan membaca Al-Fatihah?” beliau menjawab, “ALLAAHUMMA BAA’ID BAINII WABAINA KHATHAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIB, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHOTHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANASI, ALLAAHUMMAGH SIL NII MIN KHATHAAYAAYA BITSTSALJI WALMAA’I WALBARAD (Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat, Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran, Ya Allah, cucilah aku dari kesalahanku dengan es, air dan embun).” (HR. Muslim)

 

Ma’na hadits secara keseluruhan:

Adalah Nabi SAW bertakbir untuk shalat, Rasul meringankan suaranya sebentar sebelum membaca al-Fatihah, dan para Sahabat tentunya mencurigai bahwa Nabi saat itu sedang membaca sesuatu ketika beliau diam, Oleh karena itu Abu Hurairah bertanya kepada Rasul: “Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku, apa yang engkau baca saat engkau diam antara takbir dan membaca Al-Fatihah?” beliau menjawab, “ALLAAHUMMA BAA’ID BAINII WABAINA KHATHAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIB, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHOTHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANASI, ALLAAHUMMAGH SIL NII MIN KHATHAAYAAYA BITSTSALJI WALMAA’I WALBARAD”

Dan dalam do’a iftitah tersebut  merupakan waktu munajat kepada Allah agar Allah menghapus dosa-dosanya, serta menjauhkan dirinya dengan dosa-dosa sejauh-jauhnya yang tidak mungkin bertemu atau dilakukan (perbuatan dosa tersebut), sebagaimana Allah mengisyaratkan tidak akan pernah bertemunya antara timur dan barat selama-lamanya. Selain itu agar Allah juga mengangkat dosa-dosa dan kesalahan dan mensucikannya, sebagaimana Allah membersihkan kotoran pada baju putih serta mencucinya dari segala kesalahan-kesalahannya dan mendinginkannya dari nyala api dan panasnya (dosa-dosa) dengan pembersihan yang dingin ini, yaitu dengan es, air dan embun. Dan ini merupakan perumpamaan yang cocok dalam penghapusan dosa.

 

Apa yang diperoleh dari hadits diatas:

  1. Disunnahkan do’a istiftah pada shalat.
  2. Membaca takbirotul ihram adalah setelah takbir sebelum membaca al-Fatihah pada setiap roka’at pertama.
  3. Agar membacanya secara sir walaupun dalam keadaan shalat jahr.
  4. Tidak perlu memanjangkan do’a istifitah terlebih lagi saat mengimami ma’mun dalam shalat fardu.
  5. Semangatnya sahabat untuk benar-benar mengikuti rasul secara sempurna
  6. Bahwasanya selayaknya setiap orang untuk berdo’a kepada Allah dengan tegas dan memperbanyak do’anya walaupun dengan mengulang-ulang lafadz yang sama, karena sesungguhnya do’a istiftah diatas meminta agar dihapuskannya dosa-dosa dan dijauhkan darinya. Dan arti dari es, air dan embun bermakna dekat yaitu mensucikan, membersihkan dari panasnya dosa-dosa dengan komponen-komponen yang dingin tadi.

 

Sebenarnya do’a istiftah itu banyak, oleh karena itu kita sebagai muslim hendaknya tidak membatasi diri hanya menghafal dan mengamalkan satu saja dari banyaknya do’a-do’a istiftah. Diantara do’a-do’anya adalah sebagai berikut:

– “وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ………” إلخ

– “سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ.”

Semua do’a-do’a diatas boleh diamalkan, karena semuanya shahih. Namun dalam hal ini Imam Ahmad memilih salah satu yang terbaik menurutnya, yaitu “سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ…” إلخ  Tiada lain beliau memilih do’a tersebut dikarenakan didalamnya terdapat pujian, pengagungan dan pengesaan terhadap Allah SWT. Dan adalah ‘Umar mengajarkan do’a ini kepada manusia dengan dijaharkan.

 

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَفْتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةَ بِ { الْحَمْد لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } وَكَانَ إِذَا رَكَعَ لَمْ يُشْخِصْ رَأْسَهُ وَلَمْ يُصَوِّبْهُ وَلَكِنْ بَيْنَ ذَلِكَ وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَائِمًا وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ السَّجْدَةِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِيَ جَالِسًا وَكَانَ يَقُولُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ وَيَنْهَى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبُعِ وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلَاةَ بِالتَّسْلِيمِ (رواه المسلم)

Dari Aisyah radhiallahu’anha dia berkata, “Dahulu Rasulullah ﷺ membuka shalat dengan takbir dan membaca, ‘Al-Hamdulillah Rabb al-Alamin’. Dan beliau apabila rukuk niscaya tidak mengangkat kepalanya dan tidak menundukkannya, akan tetapi melakukan antara kedua hal tersebut. Dan beliau apabila mengangkat kepalanya dari rukuk, niscaya tidak bersujud hingga beliau lurus berdiri, dan beliau apabila mengangkat kepalanya dari sujud niscaya tidak akan sujud kembali hingga lurus duduk, dan beliau membaca tahiyyat pada setiap dua rakaat. Beliau menghamparkan kaki kirinya dan memasang tegak lurus kakinya yang kanan. Dan beliau melarang duduknya setan, dan beliau melarang seorang laki-laki menghamparkan kedua siku kakinya sebagaimana binatang buas menghampar. Dan beliau menutup shalat dengan salam.” (HR. Muslim)

 

Ma’na hadits secara keseluruhan:

‘Aisyah r.a mensifatkan shalat Nabi melalui hadits ini bahwasanya;

  1. Nabi beliau membuka atau memulai shalat dengan takbiratul ihram dengan mengatakan “Allahu Akbar”.
  2. Nabi memulai shalat dengan al-Fatihah setelah membaca do’a iftitah.
  3. Rasullah ketika ruku meratakan kepalanya dengan punggung.
  4. Rasulullah ketika bangkit dari ruku’ beliau berdiri sampai tegak kemudian sujud.
  5. Rasulullah ketika bangkit dari sujud beliau duduk sampai tegak kemudian sujud lagi.
  6. Rasulullah membaca dan melakukan tahiyyat setiap raka’at kedua
  7. Rasulullah ketika duduk iftirosy beliau menduduki kaka kirinya dan menegakan kaki kanannya sedangkan jari-jarinya dihadapkan ke kiblat.
  8. Rasulullah melarang sesorang duduk dalam shalatnya sebagaimana duduknya syaitan, dan itu dengan meletakan 2 kakinya ditanah dan duduk diatas 2 tumitnya dalam artian menegakan kedua telapak kakinya. Selain itu Rasul juga melarang duduk seperti duduknya hewan buas yaitu dengan membentangkan 2 lengannya diatas tanah karena sesungguhnya itu ciri kemalasan dan kelemahan.

 

Apa yang diperoleh dari hadits diatas:

  1. Apa yang disebutkan ‘Aisyah adalah keadaan tetap dan konsistennya Nabi dalam melakukan shalat.
  2. Wajibnya memulai shalat dengan takbiratul ihram yang mengharamkan hal-hal diluar shalat.
  3. Wajibnya membaca al-Fatihah dalam shalat.
  4. Wajibnya ruku’ dengan tidak menengadah atau menundukan pandangan akan tetapi lurus dengan punggung.
  5. Wajibnya bangkit dari ruku’ dan wajib I’tidal ketika berdiri setelah ruku’.
  6. Wajibnya sujud dan bangkit darinya kemudian duduk dengan tegak setelahnya.
  7. Wajibnya tasyahud setelah 2 raka’at, jika memang shalatnya hanya 2 raka’at maka langsung salam setelahnya, jika lebih maka berdiri lagi.
  8. Disyari’atkannya duduk iftirasy yaitu dengan menduduki kaka kirinya dan menegakan kaki kanannya sedangkan jari-jarinya dihadapkan ke kiblat.
  9. Larangan duduk seperti duduknya syaitan dalam shalat.
  10. Larangan duduk seperti duduknya hewan buas dalam shalat.
  11. Wajibnya mengakhiri shalat dengan salam, dan salam itu merupakan do’a untuk orang yang shalat, yang hadir, yang ghaib shalih dengan mendo’akan keselamatan dari segala keburukan dan kekurangan.

Penulis : Ustadz Fairuuz Faatin (Bidang Perkantoran & Bendahara Pesantren MAQI)

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Advertisment ad adsense adlogger