Ilmu Hadits

Pembagian Hadits Berdasarkan Kuantitas Rawi

 

Pembagian hadits berdasarkan kuantitas rowi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu hadit Mutawatir dan Hadits Ahad. Kemudian Hadits Ahad terbagi lagi menjadi tiga dengan Hadits Masyhur, Hadits Aziz dan Hadits Gharib. Hal itu didasarkan karena beragamnya jumlah rawi dalam setiap tingkatannya.

  1. hadits mutawatir

Oleh karena itu terakhir yang membukukan hadist secara resmi ke dalam buku hadist itu, tidak hidup sezaman  dengan Rasulullah saw. maka sudah tentu rawi-rawi setiap generasi yang diperlukan sebagai sumber pemberita. Juga jumlah para sahabat yang menjadi rawi pertama suatu hadist itu banyak sekali, kemudian rawi dalam generasi tabi’in yang menerima hadist dari rawi-rawi generasi  pertama (sahabat) juga banyak juga jumlahnya dan tabi’in-tabi’in yang menerimanya dari tabi’in pun seimbang jumlahnya, bahkan mungkin lebih banyak,demikian seterusnya dalam keadaan yang sama, sampai kepada rawi-rawi yang mendewankan hadist,maka hadist tersebut dinamakan Hadist Mutawatir.

Menurut bahsa mutawatir ialah berturut-turut, terus menerus. Sedangkan menurut istilah fachur Rahman memberikan definisi “suatu hadist hasil tanggapan dari panca indera,yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang merutut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta. Mahmud Tahhan berpendapat hadits yang diriwayatkan banyak orang yang menurut kebiasaan mustahil mereka sepakat untuk berdusta.

suatu hadist baru dapat di katakan dengan mutawatir, bila telah memenuhi tiga syarat tersebut di bawah ini:

  1. Berita yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan pancaindera. Yakni warta yang mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran atau penglihatan sendiri. Kalau pewartaan itu hasil  pemikiran semata-mata atau hasil rangkuman dari satu peristiwa ke peristiwa yang lain atau  hasil istimbath dari satu dalil dengan dalil yang lain , bukan berita mutawatir.misalnya pewartaan orang banyak tentang kebaruan alam semesta yang berpijak kepada dalil logika, bahwa setiap benda yang dapat merusak adalah benda baru (yang diciptakan oleh pencipta). Oleh karena alam semesta ini bisa rusak,sudah barang tentu ia benda baru.
  2. Jumlah rawi-rawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong. Para ulama berbeda-beda pendapat tentang batasan yang diperlukan untuk tidak bersepakat dusta.
  3. Abu at-Thhayyib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang,karena diqiyaskan dengan banyaknya saksi yang diperlukan hakim untuk tidak memberi vonis kepada terdakwa.
  4. Ash-habu’sy-Syafi’iy menentukan 5 orang,karena mengqiyaskannya dengan jumlah para nabi yang dapat gelar ulul azmi.
  5. Sebagian ulama menetapkan sekurang kurang nya 20 orang , bedasar kan ketentuaan yang telah difirman kan oleh allah dalam surah Al-anfal 65 , tentang sugesti allah kepada orang – orang mukmin yang pada tahan uji , yang hanya dengan berjumblan 20 orang saja mampu mengalahkan orang kafir sejumblah 200 orang.
  6. Ulama yang lain menetap kan jumblah tersebut sekurang kurang nya 40 orang , karna mereka mengqiyaskan dengan firman allah surah al anfal ayat 64 yang menerangkan Keadaan orang orang mukmin waktu itu, baru 40 orang. Jumlah sekian itulah merupakan jumlah minimal untuk dijadikan penolong-penelong yang setia dalam mencapai seuatu tujuan.

Jumlah rawi-rawi sebagai mana yang telah mereka tentukan batas minimal dan maksimalnya itu, tidak dapat dijadikan pegangan yang kuat, karna alasan yang mereka kemukakan untuk mempertahankan pendapat nya adalah lema serta menyimpang diri inti pokok persoalannya. Sebab persoalan yang prinsip yang dijadikan ukuran untuk menetapkan sedikit atau banyaknya diukur  kepada tercapainya ilmu ‘dl-dlarury. Walau pun jumlah rawi-rawi itu tidak banyak, selama dapat memberi kesan bahwa berita yang mereka sampaikan itu benar benar meyakinkan, maka hadist itu sudah dapat dimasukan hadits mutawatur.

  1. Adanya keseimbangan jumblah antara rawi rawi dalam thabaqah [lapisan] pertama denga jumblah rawi-rawi dalam thabaqah berikutnya. Oleh karna itu, kalau suatu hadits di riwayat kan oleh sepuluh sahabat upamanya, kemudian terdiri oleh lima orang tabi’iy dan seterus nya hanya di riwayat kan oleh dua orang tabi’it-tabi’in, bukan hadits mutawatir sebab jumlah rawi-rawinya tidak seimbang antara thabaqah pertama kedua dan ketiga.

Karena syarat-syarat hadits mutawatir itu demikian ketatnya maka sebagian ulama seperti ibnu hibban dan al-hazimy menganggap bahwa hadits mutawatir itu tidak mungkin terdapat. Ibnu’sh-shalah berpendapat, bahwa hadits mutawatir itu memang ada, hanya jumlahnya terlalu kecil.

Kedua pendapat tersebut tidak di benarkan oleh Ibnu hajar,di sebabkan kekurangan mereka dalam menelaah jalan-jalan hadist,kelakuan dan sifat-sifat rawinya yang dapat memustahilkan bersepakat bohong.menurut beliau, hadist mutawatir itu banyak kita dapati dalam kitab-kitab masyhur.seperti:

  1. Al-Azharu’I-Mutanasir fi’I-Akhbari-Mutawatirah,karya As-Suyuthiy (911 H). Dalam kitab itu disusunnnya menurut bab demi bab dan setiap hadist diterangkan sanad-sanadnya yang dipakai oleh pentakhrijnya. Kemudian kitab tersebut diringkas dan diberi nama.
  2. Qathful-Azhar.
  3. Nadmu’I-mutanatsir mina’I-Haditsi’I-mutawatir,karya Muhammad ‘Abdullah bin Ja’far Al-kattany (1345 H).

Para ahli ushul membagi Hadist Mutawatir kepada dua bagian.yaitu  mutawatir Dan mutawatir  ma’nawy. Hadist mutawatir lafdy ialah oleh   yang diriwayatkan orang banyak yang susunan erdaksi dan maknanya sesuai antara riwayat yang satu dengan yang lainya. Sedangkan Haduts mutawatir-ma’nawy, ialah hadits mutawatir yang rawi-rawinya berlain lain dalam  menyusun redaksi pemberitaan, tetapi berita yang berlani-laun susunan redaksinya itu terdapat persesuaian pada pernsipnya.

“hadits mutawatir” itu memberi faedah ilmu dlarury. Yakni keharusan untuk menerimanya bulat-bulat sesuat yang diberitakan oleh hadits mutawatir hingga membawa kepada keyakinan ynga pasti.

Rawi-rawi hadits mutawatir, tidak perlu lagi diselidiki tentang keadilan dan(kuatnya ingatan )karena kualitas rawi-rawinya sudah menjamin persepakatan dusta. Nabi muhammad saw benar benar menyabadakan atau mengerjakan sesuatu, sebagai mana yang diberitakan oleh rawi-rawi mutawatir.

Contoh hadits mutawatir hadits yang diriwatakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abdullah bin Zubair, Abu Hurairah, Anas bin Malik dan Ali bin Rabiah bahwa Rasulullah bersabda: “barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah dia menduduki teempat duduk di neraka”. Menuru Abu bakar AI-Bazzar, hadits tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, dan sebagian ulama mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oieh 62 orang sahabat dengan susunan redaksi dan makna yang sama.

 

2. Hadits Ahad

Suatu hadits disebut sebagai Hadits Ahad jika hadits tersebut tidak memenuhi syarat hadits Mutawatir. Para ulama ahli Hadits memberikan pengertian dengan suatu hadits yang tidak mencapai derajat atau tingkatan mutawatir. Berawal dari  beragamnya jumlah pada setiap thabaqat atau tingkatan para ulama Hadits membagi hadits ahad ini menjadi tiga bagian yaitu Hadits masyhur, hadits Aziz dan hadits Gharib.

a. Hadits Masyhur

Menurut bahasa Masyhur artinya yang disiarkan, yang diterangkan, kesohor, terkenal, yang ditampakkan, yang diunjukan dan yang masyhur. Menurut istilah beberapa ulama memberikan pengertian. Imam Syuyuti memberikan pengertian dengan suatu hadits yang diriwayatkan dengan tiga sanad yang berlainan. Mahmud tahhan memberikan pengertian hadits yang diriwayatkan oleh tiga  orang rawi atau lebih disetiap tingkatannya asalakan jumlahnya tidak mencapai batas  mutawatir. Syeikh Utsaimin memberikan pengertian dengan suatu hadits yang diriwayatkan oleh tiga rawi atau lebih dan tidak mencapai derajat mutawatir.

Dapat kita simpulkan bahwa hadits masyhur adalah suatu hadits yang diriwayatkan tiga orang atau lebih dalam setiap tingkatannya dengan tiga sanad yang berlainan dan tidak mencapai tingkatan atau derajat mutawatir.

Contoh hadits Masyhur :

Rosulullah bersabda seorang muslim itu ialah orang yang menyelamatkan sesama Muslim lainnya dari gangguan lidah dan tangannya (H.R Bukhari dan Muslim).

Macam-macam hadits Masyhur;

  1. Masyhur dikalangan para muhaditsin dan lainnya
  2. Mashur di kalangan ahli ilmu tertentu mislanya hanya Masyhur dikalangan ahli hadits saja, atau ahli fiqih saja, atau ahli tasawuf saja, atau ahli nahwu saja atau lain sebagainya.
  3. Masyhur dikalangan umum saja

Mahmud Tahhan mengatakan hukum hadits masyhur tidak dapat diklaim sebagai hadits shahih atau tidak shahih. Melainkan Hadits masyhur ada yang shahih, ada yang hasan, ada yang daif ada juga yang maudhu.

b. Hadits Aziz

Aziz menurut bahasa sedikit, jarang, kuat keras. Sedangkan menurut istilah pendapat syeikh Utsaimin hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi saja. Menurut Mahmud Tahhan hadits yang perawinya berjumlah tidak kurang dari dua orang diseluruh tingkatan sanadnya,  Muhammad bin Ibrahim khiraj as-salafi al-jazairy memberikan definisi hadits aziz adalah hadits yaang diriwayatkan oleh perawi yang jumlahnya tidak kurang dari dua perawi dan keduanya meriwayatkan hadits tersebut dari dua orang perawi juga.

Contoh hadits Aziz hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Anas bin Malik bahwa Rosulullah bersabda: “tidak sempurna keimanan salah seorang diantara kalian hingga aku lebih ia cintai daripada orangtua dan anak-anaknya serta manusia semuanya”.

Hukum hadits aziz terkadang ada yang shahih, hasan dan terkadang juga ada yang da’if.

c. Hadits Gharib

Hadits Gharib menurut bahasa ialah asing, aneh, ganjil, tidak biasa, tidak umum, luar biasa. Sedangkan menurut istilah Fatchur Rahman berpendapat hadits gharib adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian sanad itu terjadi. Syeikh Utsaimin memberikan definisi hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi saja. A. Qadir hassan berpendapat satu hadits yang seorang rawi bersendiri dalam meriwayatkannya, yaitu tidak ada orang lain menceritaakannya, melainkan dia.

Contoh Hadits Gharib : hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Iman itu ada enam puluh cabang lebih, dan malu salah satu cabang iman”.

Ulama hadits membagi Hadits gharib dengan Gharib Mutlak dan Gharib nisbi. Gharib Mutlak ialah apabila penyendirian Rawi dalam meriwayatkan hadits itu mengenai personalianya. Sedangkan Gharib Nisbi ialah apabila penyendiriannya itu mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu seorang rawi. Ada juga yang membagi hadis gharib dilihat dari sisi gharibnya sanad dan matan. Hadits Gharib matan dan sanad ialah hadits yang matannya diriwayatkan oleh seorang rawi saja, hadits gharib matan bukan sanad seperti hadis yang matannya diriwayatkan oleh sekelompok sahabat namun diriwayatkan secara menyendiri dari sahabat lainnya.

 

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Advertisment ad adsense adlogger